Tidur dan Pertanyaan Berulang



Mama sedang dalam perjalanan pulang pagi ini. Menuju kota tempat ia mengajar. Di angka yang melingkar di pergelangan tangan kananku saya melihat angka sepuluh. Kali ini ia tidak sendiri. Ada bapak yang menemaninya. Ini adalah kali kedelapan kedatangannya menemui dua orang anaknya yang sedang kuliah di kota lain selama lima bulan terakhir dan ini adalah rentang waktu paling intensif mama berkunjung.

Bukan tanpa sebab. Mama sedang sakit. "Sakit apa? Kok kelihatannya anda sehat-sehat saja?" tiap orang akan bertanya ketika dijawab oleh mama bahwa ia sedang tidak sehat. Karena bapak bukan tempat curhat yang baik, maka mama ke anak-anaknya. Sambil berobat.

Jika kamu menonton film The Machinist, kamu akan melihat Trevor Reznik tersiksa tidak bisa tidur. Ketidakmampuannya untuk tidur memengaruhi mentalnya, cemas, berhalusinasi dan memandang segala sesuatunya buruk. Tidak. Mama sedang tidak mengalami insomnia kronis. Ia, hanya--sedang tidak bisa tidur ketika malam, pun ketika siang. Tak ada sama sekali rasa kantuk bahkan jika sudah berbaring dengan mata terpejam. Kata psikiater, mama sedang mengalami gangguan jiwa ringan. Hal ini akan dapat diatasi dengan mengonsumsi obat tidak dalam jangka waktu tiga hari atau seminggu, namun berbulan-bulan. Tergantung dari bagaimana mama bisa mengatasi rasa cemasnya dengan selalu berpikiran positif.

Jika ini bukan insomnia, maka kamu bisa berpikiran begini : ketika pikiran sedang kalut, maka kadar asam lambung akan meningkat, Dan bila kadar asam lambung sudah meningkat, maka dapat dipastikan kamu tidak akan bisa tidur.

Mama tidak pernah sreg ketika meminum obat dari dokter. Ia selalu ketakutan terhadap dampak mengonsumsi obat : lever / ginjal, dsb. Maka, untuk mengatasinya, ia mencari orang-orang yang memiliki kesamaan penyakit dengannya, namun telah sembuh. Beberapa orang, menyarankan untuk berobat alternatif. Pengobatan alternatif yang dimaksud adalah mendatangi 'orang pintar'. Untuk pemilihan 'orang pintar' mama selektif. Yakni, menghindari 'orang pintar' yang mengobati tidak menggunakan ayat-ayat Tuhan. Takut musyrik.

'Orang-orang pintar' menyebut ini adalah guna-guna, klenik.

Mochtar Lubis dalam ceramahnya memang menyebut bahwa salah satu ciri manusia Indonesia adalah masih percaya takhayul. Yang diungkapkannya di tahun 1977 itu masih terjadi, 2015. Selain kolusi dan nepotisme, manusia akan menggunakan klenik untuk mendapatkan harta dan tahta.

"Pernah ada pegawai dinas A disini datang berobat. Penyakitnya, tiap kali telah bersepatu akan ke kantor, kaki kirinya tiba-tiba lumpuh. Hingga akhirnya ia harus izin bekerja selama setengah tahun, Temannya sendiri yang mengirim penyakit itu" jelas salah seorang pintar yang pernah mama datangi.

"Hati-hati dengan beginian, kita akan dibuat menderita seumur hidup. Tidak bisa beraktivitas. Salah-salah kita bisa dibunuhnya," seorang pintar lain memperingatkan.

'Orang-orang pintar' itu mungkin benar-benar pintar. Sebab, sebelum mama sakit, ia pernah memimpikan seorang perempuan yang ia kenal baik. Perempuan itu muncul setelah setan-setan berlarian mengitari mama. Perempuan itu bilang bahwa ia hanya pura-pura baik ke mama. Itu yang mama ceritakan ke saya. Berkali-kali, saya pun didatangi perempuan itu di dalam mimpi.

Beberapa hal kemudian terjadi di rumah. Cicak-cicak yang ditemukan mati berhamburan di lantai. Pernah sekali siang, bapak menemukan kadal besar mati di depan pagar rumah. Padahal di kitaran rumah, tak pernah ada kadal. Konon, binatang-binatang ini memang bisa diisi oleh jin jahat.

Mereka yang menggunakan air dalam pengobatannya menyarankan mama untuk meneteskan tiga kali di tiap mata sebelum mama tidur. Anehnya, tiap kali ditetesi, mata terasa perih, seolah teriris. Padahal hanya air botol mineral yang dibacakan doa.

Suatu sore mama menelpon, ia menyuruh saya membelikannya kunyit putih. Katanya untuk diparut kemudian diminum. Mama meringis tiap kali saya tanya bagaimana rasanya. Pahit sekali. Apa boleh buat. Supaya kembali bisa tidur lelap.

Mama orang yang biasa saja. Ia seorang guru bahasa Indonesia di sebuah sekolah menengah atas. Sehari-hari ia hanya mengajar dan memasak untuk suaminya. Subuh dan maghrib ia di masjid. Ia seorang muslim yang taat beribadah. Sepertiga malamnya pun dihabiskan untuk ibadah.

Dalam hati, saya sering bilang, "Betapa Tuhan senang sekali bercanda. Saat hamba-Nya sedang khusyuk beribadah, Ia malah memberikan penyakit."

Memasuki bulan kelima, mama belum tidur lelap. Daya dan upaya telah ia kerahkan untuk sembuh. Lelap hanya bisa didapatkan jika mengonsumsi obat yang diperolehnya dari psikiater. Mama tidak bisa mengikhlaskan obat ini memasuki tubuhnya. Ia selalu bertanya, "Apa saya tidak bisa lagi merasakan lelap tanpa obat-obatan? Apa saya tidak bisa lagi tidur secara sehat?"

Mama tidak akan bisa tidur lelap tanpa obat-obatan, dengan pertanyaan-pertanyaan yang berulang.

Nih buat jajan