Berkunjung ke Pelabuhan Tersibuk se-Asia Tenggara: Sunda Kelapa

wisata-sejarah-pelabuhan-sunda-kelapa

Pada 22 Juli 2014 Joko Widodo menyampaikan pidato kemenangannya di atas pinisi Hati Buana Setia. Kapal tersohor pelaut Bugis ini terparkir rapi di antara kapal-kapal lainnya di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara.

Kurang dari sebulan sebelum pelantikan Joko Widodo sebagai presiden Indonesia di periode keduanya pada Oktober 2019, saya berkunjung ke pelabuhan yang disebut-sebut sebagai pelabuhan tersibuk se-Asia Tenggara di abad ke 12.

Pelabuhan Sunda Kelapa


Kalapa merupakan nama asli Pelabuhan Sunda Kepala.

Syahdan, jauh sebelum kapal-kapal dari Arab, India, Cina, dan Eropa bersandar di tempat ini, Sunda Kelapa sudah beraktivitas di awal abad ke 5.

Kala itu Kalapa menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. Kawasan ini menjadi tempat pertukaran keramik, kopi, sutera, wangi-wangian, dengan berbagai jenis rempah-rempah. Pertukaran ini dilakukan oleh para pedagang yang datang dari Cina, Arab, India, dan Timur Tengah.

Serunya Melancong ke 4 Negara!

Barulah kemudian pada abad ke 12 Belanda bersandar di Kalapa, memporak-porandakan semuanya, dan mendudukinya sebagai daerah kekuasaan selama 300 tahun. Sungguh waktu yang panjang untuk alasan yang sepele.

"Hanya karena rempah-rempah kita dijajah," ujar Ira Lathief yang menjadi pemandu saya dan 18 blogger lainnya.

wisata-sejarah-pelabuhan-sunda-kelapa

Pagi itu saya bergabung dengan Komunitas Indonesian Social Blogpreneur (ISB) untuk salah satu agenda kegiatan bertajuk #ISBTrip. Salah satu pojok Kota Tua, Jakarta Barat dijadikan sebagai titik kumpul sebelum bertolak ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Langit Jakarta lagi-lagi tidak bersahabat, masih berpolusi. Beruntung kami diselamatkan oleh Daily Mask dari Nexcare Indonesia sehingga bisa melakukan perjalanan tanpa takut debu dan udara kotor.

Dari titik kumpul saya memesan Grab dan menuju ke utara Jakarta.

"Lihat, ini kapal-kapal pinisi dari Sulawesi Selatan yang terparkir rapi. Jelas butuh keahlian khusus untuk memarkirkannya," jelas perempuan yang juga blogger ini. "Di sana Presiden Jokowi pernah berpidato."


Datang lebih dulu, saya dan empat blogger lainnya harus meninggalkan rombongan yang datang belakangan, termasuk pemandu kami.

Matahari sudah menyengat dan wajah kian berpeluh saat kami berjalan kaki sejauh kurang lebih dua ratus meter ke Museum Bahari. Sebelum tiba di bangunan peninggalan Belanda ini, di sudut jalan, terdapat Menara Syahbandar yang sudah ada sejak 1839.

Saya singgah meneguk setengah Aqua  di bawah bangunan tinggi yang menjadi saksi bisu kapal-kapal dari berbagai bangsa di seluruh dunia.

Saya menapak anak tangganya yang masih kayu satu per satu. Dari tempat Syahbandar memantau kapal-kapal bangsa asing, penglihatan saya malah tertumpu pada tinggi gedung-gedung yang berlatar langit abu-abu Jakarta.

Museum Bahari

wisata-sejarah-museum-bahari

Saya berputar-putar di Museum Bahari seorang diri saat jarum jam menunjukkan angka 9. Tak ada orang-orang, angin berhembus. Empat blogger lain yang saya temani memilih istirahat di beranda penjaga museum sebelum rombongan tiba.

"Bangunan ini sengaja didirikan oleh Belanda untuk dijadikan gudang rempah-rempah yang dikumpulkan dari seluruh Nusantara sebelum dikirim ke Eropa," tutur Ira dengan semangat.

"Ada yang tahu rempah-rempah terbaik Indonesia berasal dari mana?"

Belum sempat peserta menjawab, Ira menimpali, "Dari Pulau Run di daerah Maluku sana."

wisata-sejarah-museum-bahari

Saya menuju lantai dua gedung A Museum Bahari. Betul saja kata seorang petugas, di sana ada diorama. Saya pun bertemu dengan para pedagang yang menjadikan kawasan ini hiruk pikuk beratus-ratus tahun lampau.

Ruangan itu tampak memanjang. Di awal ada patung pedagang India, Arab, dan Cina. Di tengahnya terdapat sebuah kamar yang berisi rempah-rempah yang diperjualbelikan dan diperebutkan oleh orang-orang dari berbagai bangsa mulai dari pala, kapulaga, hingga asam jawa.

wisata-sejarah-museum-bahari

Setelahnya barulah patung-patung para penjajah seperti Inggris, Portugis, Belanda, dan Jepang. Saya terus menelusuri ruangan itu. Di bagian belakang terdapat ruangan yang didedikasikan untuk para penjelajah dunia dan sempat melintas di Nusantara.

Sebutlah Marcopolo, Vasco da Gama, hingga Ibnu Batutah. Salah satu yang tidak boleh saya dan kamu lupakan hingga hari ini adalah Laksamana Malahayati. Malahayati merupakan seorang pejuang perempuan Aceh yang berdarah biru.

wisata-sejarah-museum-bahari

Dia ditakuti oleh Portugis dan Belanda. Faktanya Laksamana Malahayati membunuh Cornelis de Houtman yang sempat ingin menduduki Aceh. Perempuan ini juga memimpin angkatan perang beranggotakan 2.000 orang perempuan.

Oiya, sesuai namanya, Museum Bahari menyimpan beragam replika perahu yang sempat wara-wiri di laut Nusantara bahkan sebelum agama-agama langit masuk.

Di satu sudut, ada puisi dari Ajip Rosidi berjudul Pantai Utara. Salah satu frasa yang membekas, "Laut adalah kita."


Acaraki Jamu


Jelang jarum jam menunjuk angka 11 rombongan kembali berlomba memesan GrabCar dan GoCar untuk balik ke Kota Tua, di Acaraki Jamu.

"Buruan teman-teman. Kita sudah ditunggu bosnya Acaraki," pesan Ani Berta, pencetus ISB, di grup WhatsApp.

Saya tiba pertama. Menyelami seorang perempuan berkacamata dengan celemek di badannnya dan menuju lantai 2 Acaraki.

Tak lama berselang, satu per satu teman-teman blogger datang. Di meja workshop sudah tersusun rapi French Press, V60 Coffee Dripper, timbangan digital, bahan-bahan jamu, lembaran tisu, dan kertas berukuran kartu pos berisikan cara membuat jamu.

Berasal dari keluarga Bugis, pertemuan saya dengan jamu bisa dihitung jari. Perkenalan saya dimulai dengan seorang tetangga yang memang berjualan jamu gendong. Itu dulu.

Kuliner Bugis Makassar yang Enak-enak!

Berpuluh tahun kemudian, di Acaraki, saya berhadapan dengan jamu kekinian.

Menurut bahasa, jamu punya dua makna: ramuan, obat-obatan, dan orang yang datang berkunjung. Hal ini kemudian ditegaskan oleh Jony Yuwono—pendiri Acaraki Jamu.

"Jamu menyangkut tiga hal yaitu Body, Mind, dan Spirit," tegas pria berambut putih ini.

acaraki-jamu

Ramuan tradisional ini pun punya makna filosofis terkait tahapan hidup, misalya asem di kala TK, kencur untuk masa SD, cabe puyang terkait pahit pedasnya saat remaja, dan paitan saat seseorang menginjak usia dewasa.

Lebih lanjut, Jony menerangkan bahwa jamu tidak bisa dibandingkan obat modern karena tolak ukur obat modern adalah Stopwatch. Dia juga bertutur tentang Jokowi yang setiap pagi masih minum jamu.


Berangkat dari ide untuk kembali mempopulerkan jamu, Jony mendirikan Acaraki. Ada beragam menu jamu yang ditawarkan. Yang membuat saya kagum adalah kemampuan pria ini dalam menyajikan jamu bak kopi modern.

Sebut saja Bareskrim. Menu ini campuran antara beras kencur dan es krim. Kalau di dunia kopi, menu ini dikenal sebagai Afogato: Espresso dan es krim. Seluruh peralatan yang digunakan rata-rata menggunakan alat pembuat kopi.

acaraki-jamu

Dari sini saya kepikiran bahwa Indonesia sungguh sangat kaya dari segala sisi.

Lihatlah bangsa-bangsa kulit putih yang berebut sumber daya alam beratus tahun silam. Tugas kita pun kian berat yakni menjadi pelestari sumber daya yang masih ada hingga hari.

Sanggupkah kita?

***

Nih buat jajan