Setelah menyeruput kopi susu, mulailah diskusi itu

Diana Mini, #ttymkdsc, #pelukan, Mata Badik Mata Puisi
Semalam saya mengikuti bincang-baca buku @hurufkecil di kafe ininnawa (11/06/12). Dari awal hingga akhir diskusi saya hanya tertarik dengan konsep ruang dan waktu di bugis dan makassar yang mereka paparkan.

"Selalu berpikir tentang masa lalu, seolah-olah yang ideal itu hanyalah masa lalu. Bagaimana dengan masa depan? Apakah kita tidak pernah berpikir tentang masa depan?" Setidaknya begitu sebuah pertanyaan yang tak terjawab (bagi saya) yang muncul malam itu.

Sementara kemarin malam di Graha Pena (10/06/12), Nunding Ram ditestimoninya dalam rangka memperingati 10 tahun yayasan esensi dan launching buku Mata Badik Mata Puisi milik Kiai D. Zawawi Imron mengemukakan bahwa sudah sebuta itukah mata kita akan budaya bugis makasssar? Sehingga tidak bangga akan budaya dan masa lalu kita?

Nenek moyang kita telah melahirkan sebuah karya luar biasa dan terpanjang di dunia, Sureq Lagaligo, bahkan mengalahkan kisah Ramayana dan Mahabrata. Selain itu, jauh sebelum ditemukannya teori demokrasi, orang bugis sudah jauh lebih dulu menerapkannya.

Hingga akhirnya, nampak jelas perbedaan dua generasi yang saling mempertentangkan interpretasi tentang masa lalu dan masa depan. Setidaknya kebanggaan akan masa lalu dapat dijadikan pelejit untuk masa depan yang akan lebih jauh membanggakan, itu saya. Lantas, bagaimana dengan anda?

Nih buat jajan