IWasHere: Destinasi Wisata 2018

Kantorkuu tepat di belakangku.
Dari total 100% kehidupan saya di 2017 ini, 55 persennya dihabiskan di kasur, 35 persennya di warung kopi, dan 10 persennya di jalanan. Meskipun saya mengunjungi banyak tempat, tetapkasur saya berikan porsi lebih besar. Karena selain untuk tidur dan membaca, kasur menjadi tempat terbaik bagi saya untuk mengkhayal dan berpikir untuk mengubah dunia.

I'll start a revolution from my bed adalah lirik OASIS yang selalu saya pegang teguh.

Tapi minggu lalu, IWasHere yang beberapa bulan belakangan ini selalu saya untit media sosialnya hanya untuk membaca cerita-cerita perjalanan, mengumumkan akan mengadakan kumpul bareng akhir tahun 2017 bersama teman-teman pejalannya. Eh, jika kamu mencari referensi, panduan, dan cerita-cerita tak biasa dari sebuah tempat dimanapun di bumi yang bulat ini, maka kamu sebaiknya mengikuti iwashere.id atau unduh aplikasinya di hapemu.

Alamat Kantorkuu

Nah, kemarin sore, dibanding pulang ke kasur usai ngantor, saya memutuskan ke Kantorkuu. Saya sedang tidak typo untuk penulisan Kantorkku, gaes. Kantorkuu adalah co-working space yang mengusung tagar #bettertogether di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan yang jaraknya dekat dari kantorku.

Dibanding mengisi bucket list destinations 2018 karena memang money bucket saya hingga hari ini masih kosong, maka saya memilih untuk membuat 5 cara menentukan tujuan wisata 2018 sebagai berikut:

1. Kenali Dulu Daerahmu

Ini nasehat teman perjalanan yang tampil sebagai pembicara kelima, Faiz Jazuli. Pemuda berdomisili Semarang yang mendirikan Phinemo.com ini merekomendasikan Semarang sebagai tujuan wisatamu di 2018. Bukannya apa, jika sudah di Semarang, katanya, kamu bisa mengakses kota-kota lainnya di kitaran Semarang.

Sebut saja Yogyakarta dengan Pantai Parangtritisnya yang konon cantik di pagi hari sebelum jam 10 pagi, Lasem sebagai pusat peradaban pertama di Jawa Tengah, atau Ambarawa yang punya kereta uap yang lambat namun bisa naik gunung. Di Semarang, kamu bisa berjalan ke Lawang Sewu, melihat gunung-gunung tinggi Jawa di Candi Gedong Songo, atau menunggu dua jam untuk sebuah kuliner bernama Leker.

Baca juga: Ke Jakarta Creative Hub Kita Berangkat

Serupa dengan Faiz, Guri Ridola, pemilik akun @langkahjauh di media sosial juga merekomendasikan  daerahnya sendiri untuk didatangi, yakni Labuan Bajo. Lokasi wisata populer ini, katanya tidak cukup jika hanya didatangi sekali. Bukan tanpa sebab, Labuan Bajo punya dua musim dengan dua sensasi berbeda: musim kemarau yang kekuning-kuningan dan hijau untuk musim hujan. Faiz kiranya benar, kenali dulu daerahmu karena tanpa mengenali daerah sendiri, Guri barangkali tidak akan membuat kita ngeh bahwa Labuan Bajo yang punya laut dan daratan yang sama indahnya itu harus didatangi berulang kali.

2. Ubah Cara Pandangmu

Jika kamu punya rencana bepergian ke suatu tempat hanya untuk berburu isi feed instagram, sebaiknya batalkan. Ubah cara pandangmu terhadap travelling dengan tidak lagi hanya melihat pada first layer/first stop sebuah tempat. Hal ini disinggung oleh Fransiska Anggriani, editor-in-chief Majalah Panorama, yang jadi pejalan pertama yang bercerita tentang Udon Thani yang sangat cantik dengan bunganya, kamu harus googling lebih lanjut tentang ini! Arsya atau @socialjunkee mengelaborasinya dengan adagium Insightful Travelling. Orang-orang sebaiknya tidak lagi bertanya kemana? Tapi yang lebih penting adalah apa dan bagaimana.

Nah, untuk menjawab apa dan bagaimana tersebut, Arsya yang punya tujuan kemanapun ke UK di 2018, menerangkan bahwa yang kita butuhkan adalah tetap berjalan kemanapun itu, mendengarkan orang-orang di sekitar kita, dan berbincang dengan mereka. Gali lebih dalam dan dapatkan cerita-ceritayang akan memberikan kita sebuah sudut pandang baru dalam melihat sesuatu.

Eh, pada bagian ini, menurut saya agak klise. Hehe
Foto saya hanya ini coba?!
Bukannya apa, cerita-cerita yang dibagikan oleh teman-teman pejalan ini tidak mau saya lewatkan sedikitpun.
Sementara kemampuan saya mengambil gambar sambil menyimak orang bercerita belum bisa diseimbangkan.
3. Ambil dan Berikan

Setelah cara memaknai travelling kita berubah, selanjutnya kita akan digiring pada istilah take and give. Nisa dari noesa.co.id dan Jonathan dari travacello.com ada bukti dari pejalan yang tidak hanya mengambil dari tempat yang didatangi, namun juga memberi sesuatu.

Bermula dari kunjungannya ke Maumere, Nisa yang berlatar belakang pendidikan desain grafis ini jatuhnya cinta dengan tenun ikat di Watublapi. Filosofi tiap pola dan perwarna alam yang digunaka menjadi daya tarik tersendiri bagi pemilik brand Noesa ini. Dia pun menghabiskan 4 bulan untuk tinggal dan belajar cara membuat kain tenun tersebut untuk dikembangkan menjadi produk-produk yang dapat digunakan oleh anak-anak muda.

Pun dengan Jonathan, yang karena keseringan melancong ke daerah Indonesia Timur kemudian terantuk pada masalah sarana dan prasarana anak-anak di sana dalam pendidikan—sepatu salah satunya. Founder Travacello ini pun menginisiasi #Shoes4Hope dengan rombongan wisatawan yang dibawanya. Jadi, selain mengunjungi spot-spot wisata eksotis, mereka akan disisihkan waktunya sehari dengan berbagi langsung kepada anak-anak di sekolah dasar.

Fix! Sampai di sini, saya terharu dengan tujuan mulia tadi. Barangkali Dayu Hatmanti yang bertindak sebagai host yang kocak malam itu juga terharu. Iya nggak, mbak? :')

4. Melawat ke Timur
 "Kalau Anda punya waktu dan uang, datanglah ke Timor Barat," Kelik Sumarahadi.
Kalimat ini berulang kali diulang oleh Kelik dari Spektakel.id. Saya menganga ketika mendengar cerita tentang Suku Boti di yang cinta damai. Orang yang mencuri di sana, anggaplah seekor ayam, jika tidak terbukti mencuri, maka akan diberikan 10 ekor ayam oleh para dewan adat. Listrik adalah fasilitas yang meskipun diberikan oleh pemerintah, tapi mereka menolak untuk menggunakannya.

Jika sudah begitu, saya rasa, kita bisa rehat dari dunia maya yang begitu bising. Istilah Guri, "Menjadi makhluk sosial tanpa media sosial."

Dan, oh ya, dari total tujuh orang pejalan yang berbagi cerita, empat orang di antaranya merekomendasikan untuk melawat ke Timur Indonesia. Lanskap darat dan laut yang cantik serta orang-orang yang ramah dengan kebudayaan yang menarik untuk dipelajari adalah salah dua dari alasan kenapa 2018 sebaiknya kita menyisihkan waktu untuk berkunjung ke sana.

5. Jadilah Relawan

Apalah arti diskusi jika tidak ada tanya jawab. Dayu, diakhir diskusi menyilakan teman-teman untuk mengajukan pertanyaan. Sebuah pertanyaan tentang rekomendasi festival mana yang sebaiknya dikunjungi di 2018 oleh tipe orang kelas menengah dan menyukai budaya.

Dari samping seorang laki-laki ditodong untuk maju menjawab pertanyaan tesebut. Dayu yang ayu memperkenalkannya sebagai @kartuposinsta. Dia pun, Ken, memberikan sebuah cerita yang tak pernah saya sangka: jadilah relawan!

Foto dari  IWasHere
Tahun lalu dia menjadi relawan di Toronto International Film Festival dan New York Film Festival karena kecintaannya pada film. Meski tidak dibayar, dengan menjadi volunteer kita akan memiliki akses untuk menonton film-film bagus, bertemu dengan artis-artis dunia, dan punya kesempatan mengeksplor kota yang didatangi. "Sebaiknya, jika ingin merencanakan liburan, ada baiknya mencari kegiatan yang membutuhkan relawan," tutup Ken yang tahun lalu berswafoto dengan Angelina Jolie di Toronto International Film Festival.

Eh, atau jadi relawan di festival film di luar negeri agak berat ya?

Menurut Kelik, kamu saja kok main ke festival film dalam negeri, Festival Film Purbalingga (FFP) salah satunya. Selama tiga minggu, FFP punya program Layar Tanjleb yang akan berkeliling ke desa-desa (ingat jangan gengsi dengan kata desa, ini bukan tentang kemana loh ya) di 4 kabupaten di Banyumas; Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas, dan Cilacap. Menariknya, sebelum menonton di tiap desa yang disinggahi, kita akan disajikan ritual desa setempat.

Jadi kemana destinasi wisata 2018-mu?

Windy Ariestanty yang tampil diakhir memberikan satu alternatif; Ipoh di Malaysia yang letaknya berada di antara Kuala Lumpur dan Penang. Sekira 10 menit, saya larut dalam cerita Mbak W, ternyata selain bahasa tulisannya yang bagus, bahasa lisan salah satu penggagas IWasHere ini juga tak kalah menarik. Saya tidak akan melanjutkan cerita tentang Ipoh karena keseluruhan ceritanya telah dituliskan di IWasHere, unduh aja!

Oiya, dari total 100% kehidupan saya di 2018 mendatang, saya terpikir untuk menghabiskan 55 persen di jalanan, 35 persen di warung kopi, dan 10 persennya di kasur. Kamu?

Nih buat jajan