What We Need The Most is A Quite Place


"sebuah usaha, agar orang-orang lebih banyak bicara dengan mata, pemerintah membuat aturan ketat: setiap orang hanya berhak memakai seratus tiga puluh kata per hari, pas," M. Aan Mansyur.

Hai!

Saya mengingat puisi Aan, penulis puisi-puisi Rangga di AADC 2, ketika film A Quite Place (2018) sudah berjalan sekira 15 menit.

Puisi berjudul Dunia yang Lengang ini baru saya tahu ketika menyaksikan film pendek dari Deli Luhukay yang diinterpretasikan dengan judul yang sama.

Sesudah jam kantor, saya berlari kecil ke Holywood XXI. Di awal, Ade dan saya berencana menonton film lain. Namun, kami datang  terlambat, kursi bioskop yang tersisa hanya bagian depan—jadilah kami menonton A Quite Place saja.

***

Meskipun IMDb dan Rotten Tomatoes mengategorikan A Quite Place sebagai film horor, namun saya rasa bukan.

Pergerakan kamera yang mengambil sebuah bangunan besar secara menyeluruh membawa ke papan pengumuman yang dipenuhi wajah-wajah orang hilang. Kondisi di sekitarnya sepi

Masuk ke bangunan, siluet kaki-kaki kecil yang berlari mengagetkan semua orang. Saya mengira inilah hantunya, namun ternyata bukan.

A Quite Place adalah film yang sederhana dan biasa saja, hanya ada 7 orang yang bermain. Aktor utamanya yaitu John Krasinski adalah juga sebagai sutradara. Dia dan keluarganya mendatangi toko swalayan di kota dan mengambil keperluan yang mereka butuhkan untuk dibawa pulang, kecuali benda yang bersuara.

"No, it's too loud," John melarang anaknya untuk membawa sebuah mainan pesawat.

Tanpa suara dan alas kaki, mereka menginggalkan toko tersebut dan menyusuri pemukiman yang tampak ditinggal oleh para penghuninya. Si anak yang membandel dengan tetap membawa mainan, di ujung jembatan pada perjalanan mereka pulang—tiba-tiba menghilang.

Penyebabnya? Suara mainan pesawat yang muncul.

Latar waktu bergerak maju, tanpa suara. Emily Blunt yang berperan sebagai seorang ibu, hamil. Dan tebakan saya bahwa kehamilan ini yang akan menjadi klimaks film adalah benar.

Kamu tahukan jika seorang wanita melahirkan akan berteriak sekencang-kencangnya? Dan bayi yang lahir akan menangis sekeras-kerasnya?

Seperti judulnya, seluruh film ini benar-benar hampir tanpa suara.

Menarik menyaksikan keluarga ini beraktivitas sehari-hari, bercakap, bercengkrama, dan menikmati makan malamnya yang senyap. Saya membayangkan situasi ini dibawa ke dunia nyata.

Pertama kali saya mengenal istilah polusi suara pada 2005.

Penyebaran informasi yang terjadi membuat saya tahu bahwa polusi tidak hanya terjadi di udara, tapi juga di suara. Hal ini menyita perhatian banyak orang di negara lain, bahkan World Health Organization (WHO) menyebutnya sebagai masalah kesehatan yang serius.

Bukannya apa, menurut WHO, batas pendengaran manusia maksimal hanya 55 dBA. Sementara suara yang dimunculkan oleh sebuah pengering rambut mencapai 70 dBA, pun dengan vacuum cleaner.

Nah, apa kabar suara mesin kendaraan yang setiap hari kita dengar di jalan raya?

Seorang pengendara motor dan mobil saling tunjuk wajah di pinggir jalan. Dari dalam busway, saya tak mendengar apa yang mereka bicarakan, namun jika memerhatikan gesturnya mereka sedang bertengkar. Barangkali saling senggol.

Di jalan raya tidak sulit untuk mendapati kejadian seperti ini. Saya mengingat satu lagi cerita dari seorang teman kantor.

"Tadi pagi dua perempuan bertengkar di kereta. Katanya sih, keinjak. Tiap hari ada saja orang bertengkar di kereta," Pak Jun bercerita sambil tertawa besar-besar.

Dua kejadian ini jika dikategorikan, maka termasuk ke dalam gangguan mental. Selain memberatnya mental seseorang jika terpapar polusi suara secara terus menerus, ada lagi gangguan lainnya seperti gangguan tidur yang berdampak pada suasana hati dan penurunan kinerja, gangguan pendengaran yang berdampak pada rusaknya koklea telinga yang berguna untuk mengubah bunyi dari getaran mekanis menjadi sinyal yang dikirimkan ke otak melalui saraf auditori.

Intinya, tidak berlebihan ketika saya mengatakan, "Kelar idup lo!"

Sepulang saya dari kantor, pukul 10 jumat malam, dari dekat, suara mesin pompa air terus berdengung. Sementara, di kejauhan masih terdengar seorang yang berapi-api mendakwah tentang nikmatnya surga dan siksanya neraka.

Saya mengingat lagi potongan tulisan Seno Gumira Ajidarma di Sepotong Senja untuk Pacarku ketika A Quite Place hampir selesai dengan akhir yang tidak biasa—ini juga alasan yang membuat saya sangat menyukai film ini.

"Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak merubah apa-apa. Lagipula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain."

Nih buat jajan