Apa yang Haruki Murakami tidak Ceritakan di Bukunya yang Lain, Diceritakan di Buku Ini

what i talk about when i talk about running

Di kitaran 2015 Ade membeli tiga buku sekaligus dari karya seorang Haruki Murakami. Pasalnya jelas,  semua orang membaca dan membincangkan penulis Jepang ini. Salah satu dari buku tersebut adalah 1Q84 Jilid 1.

Di suatu siang, saya iseng membaca 1Q84. Novel berbahasa Indonesia dengan tebal 622 halaman tersebut membuat saya ketiduran bahkan sebelum sampai pada halaman 10.

Jika tidak salah mengingat, bagian awal buku itu mengambil latar waktu siang hari di kemacetan sebuah kota pada tahun 1Q84. Ada seseorang bernama Aomame yang menumpang taksi dan mengobrolkan sesuatu, yang sialnya, saya lupa.

Intinya, halaman awal buku tersebut muram, lambat, dan surealis—barangkali. Hal inilah yang tampaknya membuat saya ketiduran.

Entahlah, saya lupa. Itu sudah lama sekali.
***

What I Talk About When I Talk About Running

Dua bulan lalu saya meminjam buku lain Haruki Murakami yang cenderung tipis berjudul What I Talk About When I Talk About Running dari seorang kawan di kantor. Dia adalah pembaca Murakami. Ketika saya menanyainya perihal kenapa dia membaca buku-buku tersebut, dia menjawab, "Suka karena isinya mirip dengan pribadi saya."

Empat hari yang lalu saya baru saja menyelesaikannya.

Saya harus mengakui bahwa saya adalah pembaca yang buruk. Untuk membaca, saya selalu punya banyak alasan untuk menunda bacaan.

Bagaimana Murakami memulai karirnya sebagai penulis?

"Pukulan itu menghasilkan bunyi retakan saat bola beradu tepat di bagian tengah tongkat pemukul yang menggaung ke seluruh lapangan. Hilton kemudian langsung mencuri base I dan meluncur ke base II dengan mudah. Saat itulah momentum, "Ya! Aku harus coba menulis novel!" melintas di kepalaku." (hal. 33)

Itulah kejadian di mana seorang Haruki Murakami bertekad untuk menulis. Segampang itu? Iya.

Kala itu, usianya 29 Dia sedang menonton pertandingan baseball tim kesayangannya Yakult Swallows di Stadion Jingu sambil minum bir.

Pekerjaannya sehari-harinya adalah menjalankan sebuah bar. Setelah sebelumnya, seusai menyelesaikan kuliahnya—dia mengelola kelab jazz di dekat Stasiun Setagaya.

Keluarganya berasal dari pekerja kantoran, pilihannya untuk berwirausaha konon karena tidak ada hal yang bisa dia lakukan. Meskipun istrinya berasal dari keluarga pedagang, hal ini tetap saja tidak berpengaruh terhadap kemampuannya mengelola bar. Dia bekerja pagi hingga tengah malam, mengalami banyak kerugian, serta kekecewaan. Tak banyak untung.

Tak lama setelah momentum di Stadion Jingu, Murakami berhasil menyelesaikan novel pertamanya yang segera dikirimkannya ke lomba majalah sastra untuk pemula. Sayangnya, naskah novel tersebut tidak lolos seleksi.

Novel tersebut belakangan terbit dengan judul Kaze no Utao Kike (Hear the Wind Song) pada 1973.
Masih di tahun yang sama, tepat di umurnya yang ke 30 tahun penulis Jepang ini berhasil menerbitkan lagi novelnya berjudul Nen no Pinburo (Pinball). Berkat dua novel ini, Murakami pun masuk nominasi Akutagawa Prize.

Apakah penulis kelahiran 12 Januari 1949 ini lantas menutup barnya dan beralih menjadi penulis? Tidak.

Dia selama bertahun-tahun menjadikan dua kegiatan ini berjalan berdampingan. Siang hari mengurusi bar, malamnya menulis. Walaupun kedua hal ini berbeda, Murakami tampknya menyerap aktivitas di bar yang didatangi oleh orang dengan latar belakang berbeda silih berganti sebagai stimulannya untuk membuat tulisan.

Membaiknya bisnis bar dan menanjaknya karir kepenulisannya membuat Haruki Murakami harus memilih.

"Aku ingin bebas selama dua tahun ke depan untuk menulis. Kalau nanti gagal, kita masih bisa membuka toko kecil di suatu tempat. Aku masih muda dan kalau gagal, kita selalu dapat berusaha lagi," tandasnya ke istri pada tahun 1981.

Dia memilih jalan hidup sebagai penulis. Meskipun, penghasilannya sebagai penulis kalah jauh dibanding penghasilannya di bar.

What I Talk About When I Talk About Running

Ketika menjalani kehidupan sebagai penulis profesional, Haruki Murakami kemudian berhadapan dengan masalah baru.

"Pekerjaan mengelola bar membutuhkan kekuatan fisik setiap hari sehingga berat badanku terus stabil di angka ideal. Namun, sejak menjalani kehidupan dari pagi hingga malam hanya duduk menulisi kertas genkoyoshi, energiku perlahan menurun dan berat badanku bertambah." (hal. 40)

Dia menghabiskan setidaknya enam puluh batang rokok per hari untuk dapat terus berkonsentrasi ketika menulis. Karena akhirnya merasa tidak nyaman, setelah menyelesaikan Hitsuji O Meguru Boken—Murakami pun memilih lari sebagai solusi.

Kenapa Haruki Murakami memilih berlari?

Tidak dibutuhkannya kawan atau lawan membuat lari dapat dilakukan sendiri. Tidak diperlukannya alat khusus membuat Murakami menjadikan ini alasan kedua untuk berlari. Terakhir,  tidak diwajibkannya tempat khusus membuat lari bisa dilakukan di mana saja.

Jadilah dia hanya berfokus pada lari dan menulis setiap harinya. Tak heran kemudian, sembari menelurkan kaya-karya raksasa, dia juga aktif mengikuti ajang lari maraton di Jepang, Hawai, New York, Inggris, serta Yunani yang merupakan 'rumah' untuk lari maraton.

what i talk about when i talk about running haruki murakami

Seluruh proses menulis yang dilakukan oleh penulis yang karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa di dunia ini sebenarnya juga persis dengan olahraga lari. Selain sebagai penulis, Haruki Murakami memang juga adalah seorang pelari maraton atau bisa jadi malah sebaliknya.

"Sebagian besar pengetahuanku tentang menulis kupelajari melalui berlari setiap hari." (hal.92)

Otot-ototnya yang lambat memanas ternyata menentukan jenis lari yang lebih cocok dengannya yakni lari maraton. Mengejutkannya, hal ini ternyata juga berhubungan dengan tulisannya yang lambat memanas dan terkesan membosankan. Pun dengan tema tulisan yang dia pilih yakni surealis.

Barangali ini jawaban kenapa saya tertidur tak tertarik membaca halaman awal 1Q84 tadi.

Yay or Nay

Hm.. Karena saya tidak tahu bagaimana mengukur sebuah karya menggunakan angka, misalnya rentan 1 sampai 10 atau 1 sampai 5, maka saya lebih memilih untuk menggunakan istilah Yay or Nay.

Nah, untuk buku ini apakah Yay or Nay? Jawaban saya adalah Yay. Kenapa? Karena apa yang Haruki Murakami tidak ceritakan di buku yang lain, diceritakan di buku ini.

***

Judul: What I Talk About When I Talk About Running
Penulis: Haruki Murakami
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal: 198 halaman
Tahun Terbit: April 2016
ISBN: 978-602-291-086-2

Nih buat jajan