Jalan Terang Teman Difabel

Ilustrasi oleh Shimon Engel
Kemarin sore, Ade menerima pesan dari seorang teman baiknya yang merasa bahwa hidupnya tidak baik-baik saja.

Di tengah keramaian, dia bisa saja merasa bahagia. Namun ketika sendiri, semuanya berbalik arah.

Sebagai seorang manusia, perasaan-perasaan seperti ini sebenarnya lumrah.

Di lain waktu, teman saya pernah bercerita tentang hal yang pada dasarnya sama dengan apa yang dirasakan oleh teman baik Ade.

Manusia di suatu waktu selalu merasa kekurangan. Nyatanya, mereka hanya tidak mengubah sudut pandangnya.

Kita kerap kali hanya berdiri di sebuah posisi yang itu-itu saja tanpa mau berpindah dan melihat sesuatu dari arah yang berbeda.


Kemarin (27/12) di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saya diajak untuk melihat hal-hal berbeda dari manusia-manusia lainnya, yakni teman-teman difabel.

Mereka yang seringkali dinomorduakan di masyarakat karena statusnya sebagai kondisi fisik yang kurang sempurna.

Padahal, anggapan ini salah besar.


Jokowi, Presiden Indonesia, mengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat yang dinilai sudah tidak lagi relevan menjadi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016.


Disebutkan bahwa, oleh negara, teman-teman difabel diberikan kesempatan, peluang, dan akses untuk menyalurkan berbagai potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat.

Tidak hanya itu, dibentuk pula sebuah iklim dan wadah pengembangan potensi sehingga mereka mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu yang tangguh dan mandiri.

Oiya, ini hanya sebagian kecil dari undang-undang yang membahas tentang penyandang disabilitas.

Kamu bisa Googling untuk lebih lengkapnya 😉


"Tahun 2019 ditargetkan sebanyak 72 ribu orang ikut dalam program diklat 3 in 1 untuk mendorong pertumbuhan industri nasional. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh penyandang disabilitas untuk ikut dalam diklat tersebut," Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian.


"Terbukanya kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas di berbagai sektor, baik formal atau informal, baik sebagai pekerja di perusahaan dan sektor industri, ataupun sebagai pelaku wirausaha pada sektor usaha kecil dan menengah diharapkan meningkatkan kemandirian ekonomi penyandang disabilitas," Agung Gumiwang Kartasasmita, Menteri Sosial. 
Kehadiran saya bersama teman-teman blogger di Kemenperin kemarin adalah untuk menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Sosial. Acara ini tentu saja dihadiri oleh masing-masing menteri, yakni menteri perindustrian Airlangga Hartarto dan menteri sosial Agung Gumiwang Kartasasmita.


Kerja sama ini dilakukan untuk memberikan pelatihan, sertifikasi, sekaligus penempatan kerja bagi teman-teman difabel.

Apa manfaatnya?

Jelas, mereka tidak akan lagi kebingungan ketika akan menyalurkan potensi mereka dalam berkarya. Adanya pelatihan-pelatihan yang diberikan akan menambah keterampilan.

Belum lagi sertifikasi yang diperoleh akan memudahkan mereka dalam mengakses banyak pekerjaan.

Terakhir, dengan adanya penempatan kerja yang difasilitasi oleh kedua kementerian akan menjadi jalan terang bagi teman-teman difabel untuk menjadi tangguh dan mandiri secara ekonomi seperti yang diamanatkan oleh UU No 8 Tahun 2016.

Pasalnya, persoalan kurangnya lapangan kerja pekerjaan bagi teman-teman difabel seringkali dijadikan masalah.

Infografis oleh IndonesiaBaik.id
Laporan dari World Health Organization (WHO) pada 2011 menyebutkan bahwa 80% penyandang disabilitas yang berada di negara berkembang hidup di bawah garis kemiskinan.

Ditambah dengan data dari Kementerian Tenaga Kerja pada 2013 yang mencatat bahwa di antara penyandang disabilitas yang menganggur ada 23,9% yang berstatus sebagai kepala keluarga.

Situasi ini tentu mengkhawatirkan mengingat survei Badan Pusat Statistik tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 8,56% dari total populasi atau setara dengan 22 juta jiwa.


Bayangkan ketika mereka tidak diberikan peluang hanya gara-gara perbedaan yang dimiliki.

Faktanya, mereka memiliki keinginan dan kemampuan untuk dapat berkarya.

Hal ini dibuktikan oleh salah satu langkah kecil  hadirnya teman-teman tuna rungu dan tuna wicara ke atas panggung untuk memainkan angklung berlatar lagu-lagu nasional.

Menarik bukan?

Satu hal yang membuat saya gatal adalah penggunaan kata difabel dan disabilitas.

Menurut KBBI, difabel adalah penyandang cacat, sedangkan disabilitas diartikan sebagai keadaan (seperti sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan atau kedaan tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang biasa.


Saya rasa, penggunaan kata difabel lebih baik daripada disabilitas. Toh, mereka dapat tetap beraktivitas dan berkarya seperti orang-orang pada umumnya.

Seperti yang kalimat Robert M. Henzel, "Know me from my abilities, not my disability."

Terlepas dari itu semua, apa yang dilakukan negara kepada teman-teman difabel adalah sebuah jalan terang. Setuju?

***

Nih buat jajan