Playfest 2019: Merayakan Orang-orang, Cerita, dan Ide yang Berkelindan
“Small Minds Discuss People, Average Minds Discuss Events, Great Minds Discuss Ideas.”
Saya mengingat kalimat Anna Eleanor Roosevelt ini sesaat mendengar kabar Playfest 2019 bakal digelar.
Kegiatan yang telah memasuki tahun keduanya ini tampak sebagai perpaduan dari ketiga hal yang diungkapkan oleh istri mantan presiden Amerika Serikat itu.
Di pikiran saya, Playfest akan mempertemukan orang-orang, membincangkan proyek-proyek, serta memancing ide-ide untuk melompat.
Pertengahan Mei lalu, tim Narasi TV menggelar buka bersama dengan teman-teman kolaboratornya dan memberikan beberapa bocoran.
Pertengahan Mei lalu, tim Narasi TV menggelar buka bersama dengan teman-teman kolaboratornya dan memberikan beberapa bocoran.
“Playfest rencananya tanggal 24 dan 25 Agustus. Pada ikut kan?” Tyo memastikan.
Bergeser ke tiga bulan setelah acara bukber, saya pun berada di kerumunan pengunjung acara yang digelar di Parkir Selatan GBK ini.
Melompat dari satu sesi ke sesi lainnya, hanyut di dalam beragam pembicaraan-pembicaraan inspiratif, dan tenggelam dalam lautan penggemar kelompok musik dari berbagai genre.
Itu akhir pekan kemarin: 24 dan 25 Agustus 2019.
Sekarang sudah tengah pekan, namun kepala saya masih penuh oleh kembang api yang menyala-nyala.
Sampai hari ini saya masih selalu senyum-senyum karena Playfest 2019. Auranya masih terasa.
Serunya On Off Festival!
Untuk menjaga kembang api ini; maka saya membuat beberapa catatan mengenai acara yang sekaligus menjadi titik lebur antara kreator, kolaborasi ide, komunitas, dan hiburan.
Catatan ini pun bisa menjadi pelepas dahaga kala saya alpa berkarya.
Sampai hari ini saya masih selalu senyum-senyum karena Playfest 2019. Auranya masih terasa.
Serunya On Off Festival!
Untuk menjaga kembang api ini; maka saya membuat beberapa catatan mengenai acara yang sekaligus menjadi titik lebur antara kreator, kolaborasi ide, komunitas, dan hiburan.
Catatan ini pun bisa menjadi pelepas dahaga kala saya alpa berkarya.
Mengutip Najwa Shihab di salah satu sesi, “Jangan mau hanya menjadi penikmat konten!”
Oiya, catatan ini juga dapat kamu jadi alasan untuk mengunjungi Playfest di tahun-tahun mendatang.
Silent Talks
Letak ruangannya tepat di ujung lorong setelah melewati gerbang masuk. Sesi ini yang paling menarik perhatian saya saat tiba.
Di depannya terpampang jadwal, saya digelitik oleh judul Creative Block yang dibawakan oleh Teguh Wicaksono.
Memasuki pintu masuk para peserta dibagikan headset dan dijelaskan cara penggunaannya. Saya mematung sesaat sesudah menempelkan alat tersebut ke telinga.
Berisik-berisik di sekeliling seketika tertutupi dan tergantikan oleh suara perempuan yang berbicara di depan panggung.
Berisik-berisik di sekeliling seketika tertutupi dan tergantikan oleh suara perempuan yang berbicara di depan panggung.
Tak butuh waktu lama menunggu pembicara. Teguh Wicaksono pun memegang pelantang suara. Berkisah tentang latar belakang dirinyanya, perpindahannya dari Bekasi, Jakarta, London, dan kembali ke Jakarta.
Beberapa proyek yang ditelurkannya yakni Sound From The Corner dan Archipelago Festival.
Beberapa proyek yang ditelurkannya yakni Sound From The Corner dan Archipelago Festival.
Setelah Teguh ada Ario Pratomo dan Fellexandro Ruby; kreator yang podcastnya saya masukkan ke dalam lima besar podcast kesayangan beberapa bulan belakangan.
Selain mereka bertiga, ada 15 orang lainnya yang membicarakan karya-karyanya.
Selain mereka bertiga, ada 15 orang lainnya yang membicarakan karya-karyanya.
Talks
Menentukan siapa pembicara terbaik di panggung ini, barangkali, sama sulitnya menjawab pertanyaan mau makan apa dan di mana bagi para perempuan.
Beberapa yang sempat saya ikuti yakni antara lain setengah presentasi Yandy Laurens dan Noviana Halim, Skinny Indonesian 24, Gibran Rakabuming Raka, Najwa Shihab, Pandji Pragiwaksono, serta Pinot dan keluarga.
Tak ada yang lebih kuat dan tak ada yang lebih hebat. Masing-masing berkarya di bidang digital yang berbeda.
Setelah dua hari panggung Talks diisi oleh orang-orang dari beragam profesi, Pinot dan keluarga yang diterbangkan dari New York ke Jakarta saya rasa menjadi pembungkus apik seluruh kegiatan yang digelar.
Ruangan yang penuh sesak pun dibuat haru dengan cerita-cerita mengenai keterbatasan yang dirasakan oleh keluarga perantau ini.
Networking Lounge
“Mohon maaf, ruangan ini hanya bisa diakses sama yang sudah terdaftar dan dapat email dari kami,” ujar panitia yang berjaga.
Bagi kamu yang benar-benar mengidolakan seorang kreator yang mengisi salah satu sesi di Playfest 2019 dan ingin lebih dekat dengannya, maka kamu wajib berada dengan di sini.
Saya hanya sempat mengintip ke dalam ruangan, tapi tidak benar-benar masuk. Jadi, mari kita skip bagian ini. Kalau butuh informasinya lebih lanjut, cek akun Instagram Playfest.
Creator on The Ground
Sebagai seorang pendengar Podcast Awal Minggu, saya kesal melihat pengaturan jadwal Playfest 2019.
Sesi Adriano Qalbi di Creator on The Ground harus bersamaan dengan sesi seorang anak presiden yang menjalankan usaha katering di Talks.
Sesi Adriano Qalbi di Creator on The Ground harus bersamaan dengan sesi seorang anak presiden yang menjalankan usaha katering di Talks.
Maka dari itu, saya menyempatkan diri menyusun daftar kelebihan dan kekurangan kedua sesi ini sebelum memutuskan untuk memilih yang mana.
Adri bisa saja saya dengarkan berceloteh di podcastnya saban Senin, sedangkan bertemu Gibran dari dekat secara langsung adalah kesempatan langka.
Saya rasa kamu bisa menebak pilihan saya.
Oiya, selain Adri ada lagi 25 kreator lainnya yang melantai di Creator on The Ground. Sesi ini menjadi ruang bagi para kreator untuk bertemu dengan penikmat karyanya dan mengobrol dari dekat.
Sayangnya, saya tidak menghabiskan banyak waktu di tempat ini karena teralihkan oleh sesi-sesi lainnya.
Sayangnya, saya tidak menghabiskan banyak waktu di tempat ini karena teralihkan oleh sesi-sesi lainnya.
Silent Cinema
Seorang teman yang saya ajak untuk pindah ke sesi Pandji enggan beranjak dari Silent Cinema.
“Filmnya lucu banget dengan satir-satir ala Warkop DKI. Tunggu selesai saja,” kilahnya.
Sama seperti namanya, Silent Cinema menyerupai Silent Talks. Para pengunjung akan diberi headset dan dipersilakan menonton. Setiap orang pun merasakan keintiman lebih dengan menikmati film melalui cara ini.
Beberapa film yang sempat tayang yakni Garasi, Kado 3 Hari Untuk Selamanya, Sama Juga Bohong, dan Catatan Si Boy.
Oh, saya juga kesal gara-gara Kado yang saya tunggu-tunggu harus bersamaan dengan penampilan Efek Rumah Kaca di panggung utama.
Oh, saya juga kesal gara-gara Kado yang saya tunggu-tunggu harus bersamaan dengan penampilan Efek Rumah Kaca di panggung utama.
Music Line Up
Duh, saya lupa pada hari ke berapa sebelum hari H akun Instagram Playfest 2019 merilis Playlistnya. Daftar musik tersebut memuat beberapa musisi dan lagu-lagu yang ternyata dimainkan di panggung musik utama.
Selama dua hari ada Icinc (Devinta, Moneva, Cellosux, Arta), Rendy Pandugo, Bilal Indrajaya, Aaliyah Massaid, Dead Bachleros, .Feast, Efek Rumah Kaca, The Adams, Naif, hingga Sheila on 7.
Lima band terakhir itu tidak saya lewatkan. Meski tidak hapal semua lagunya, seluruh penonton di sekeliling saya mampu bernyanyi dengan lantang.
“Line Up-nya bagusnya semua,” celetuk seorang kawan yang memang hanya beli tiket All Expriences.
“Line Up-nya bagusnya semua,” celetuk seorang kawan yang memang hanya beli tiket All Expriences.
Hello Dangdut
Berani benar panitia menempatkan Hello Dangdut dengan panggung musik. Begitu kira-kira batin saya. Ketakutan ini ternyata terbantahkan. Walau penonton berkerumun di panggung musik, pengunjung tetap membuncah di lantai dangdut.
Lampu disko kedap-kedip. Penonton bernyanyi bersama.
Di dalam ruangan ini pengunjung tidak hanya berjoget ria, tapi juga berfoto, mencetak foto yang dipunya, dan yang paling saya favoritkan adalah lini masa musik dangdut.
Fasilitas Umum
Sebagai seorang yang senang berkunjung ke festival dan kegiatan-kegiatan kreatif, saya membuat satu indikator penting terkait epik atau tidaknya acara tersebut. Apa itu?
Fasilitas umum, saudara-saudara!
Iya, tapi fasilitas umum apa?
Tempat sampah yang utama, tempat salat berikutnya, dan toilet yang tak boleh dilupa. Tempat parkir tidak termasuk karena saya pengguna Transjakarta 😀
Dari hasil pengamatan selama dua hari berkeliling di Playfest 2019, acara ini tampaknya memenuhi indikator saya.
Tempat sampah diadakan dengan papan petunjuk yang mengikuti desain keseluruhan publikasi acara. Toiletnya berada di luar lokasi dan menjadi salah satu tempat kencing terbaik yang pernah saya temui: harum dan canggih.
Oh, musalanya dirancang sedemikian rupa oleh panitia yang bekerja sama dengan Dompet Dhuafa. Ada beberapa foto yang berseliweran di Instagram dengan latar belakang tempat salat ini.
“Oh, ala-ala timur tengah gitu ya!” seorang perempuan nyeletuk saat saya mengantri toilet.
Aturan Umum
Hal terakhir yang membuat saya hampir berderai air mata adalah karena bisa bernapas lega selama acara. Soalnya, Playfest 2019 bebas asap rokok.
Iya, saya membenci asap rokok dan semua bau yang sering kali ditinggalkan di pakaian.
Iya, saya membenci asap rokok dan semua bau yang sering kali ditinggalkan di pakaian.
Jika mau merokok para pengunjung dipersilakan ke luar lokasi. Sialnya, saya masih menemukan dua tiga orang berpenampilan oke, namun dengan sigaret di celah jari. Barangkali larangan merokok harus dikencangkan lagi gaungnya oleh panitia di tahun-tahun mendatang.
Kan enak nonton band kesayangan sambil jingkrak-jingkrak tanpa asap. Iya ga? 😎
***
Begitulah kura-kura keseruan dari Playfest 2019 yang saya alami dan bisa kamu jadikan alasan untuk mengunjunginya di tahun-tahun mendatang.
Selaras dengan tema yang diusungnya: See More, Experience Many, saya rasa tim Narasi TV berhasil mengejawantahkan hal ini. Saya bahkan sampai-sampai kebingungan mau melihat yang mana dulu, mau merasakan yang apa dulu.
Ica, salah seorang dari tim Narasi TV yang menjemput saya di gerbang sempat saya tanyai.
“Gedean mana dari yang tahun lalu?”
“Gue belum masuk sih, tapi masih gedean inilah.”
Hingga Naif menuntaskan lagu terakhirnya, saya kemudian menarik benang merah dari kegiatan yang memasuki tahun keduanya ini. Bahwa karakter dan konsistensi diperlukan oleh setiap kreator agar bisa tetap berkarya.
Dan anak-anak muda, seperti kata Najwa Shihab, "Penting untuk membentuk barisan sendiri, jangan mau jadi pengikut barisan tua."
Dan anak-anak muda, seperti kata Najwa Shihab, "Penting untuk membentuk barisan sendiri, jangan mau jadi pengikut barisan tua."
***
Post a Comment