Hal-Hal Ini Terjadi di 2023
"Pindah ke Makassar for good, Dan?
Begitu reaksi atasan saya saat menginformasikan akan WFH dari Makassar.
Pernyataan untuk WFH dari Makassar ini saya sampaikan di akhir Oktober 2020.
Pesawat kami di Senin pagi tanggal 3 November 2020. Dan sejak saat itulah saya, Ade, dan Alinea tinggal di Makassar hingga Juli 2023.
Dua tahun lebih itu tidak terasa sama sekali.
Saya tetap bekerja dari rumah karena waktu itu kondisi kasus Covid-19 masih ganas-ganasnya. Karena tetap stay di rumah dan tidak ke mana-mana, jadinya kami tidak pernah kena Covid-19 sama sekali.
Tapi, capeknya minta ampun. Stres juga. Saya sampai mengalami kebotakan dini. Hahah
Bayangkan, pekerjaan profesionalmu bercampur dengan pekerjaan domestik, seperti menyapu, mengepel, dan menemani anak.
Bagian paling menantangnya adalah kami kehadiran Aira. Ini kehamilan yang sungguh tidak direncanakan.
Dua Tahun Lebih di Makassar
Semasa di Makassar, kami beberapa kali ke Wonomulyo, Sulawesi Barat.
Jaraknya 7-8 jam mengendarai mobil naik Makassar. Kota kecil itu adalah kota transmigran. Isinya orang-orang Jawa yang sudah beranak cucu di sana. Kami ke sana saat tahun baru dan lebaran Idul Fitri dan Idul Adha.
Neneknya Ade ada di sana, tinggal bersama dengan anak pertama si nenek. Saya sebagai orang "pendatang" cuma ikut istri. Haha
Oiya, selain ke Wonomulyo kami pernah dua kali ke Sengkang. Sengkang itu jaraknya 5-6 jam perjalanan dan masih masuk daerah Sulawesi Selatan. Kota kecil itu adalah tempat saya dan Ade tumbuh besar.
Di sana kami bersekolah sejak TK, SD, SMP, dan SMA (saya). Sementara Ade saat SMA harus pindah ke Makassar ikut ibunya. Saya pindah ke Makassar baru saat kuliah.
Setiap kali ke Sengkang, saya selalu mengingat masa kecil saya. Tau sendiri 'kan betapa kuatnya memori kanak-kanak. Di kota itu saya belajar banyak hal; dan rasa-rasanya tanpa aktivitas di sekolah waktu itu akan sulit rasanya berpindah dan merantau di berbagai tempat; yang tak seorang pun kamu kenali di sana.
Masih kuat di ingatan saya saat TK harus manggung di kegiatan perayaan 17-an. Betapa saya adalah anak yang pemalu dan tidak suka bertemu dengan orang baru. Yang paling menarik, saat SD dan SMP saya selalu pindah-pindah sekolah.
Hal inilah yang kemudian membuat saya mengikis perasaan minder saya saat bertemu orang-orang.
Menariknya, memori kanak-kanak di Sengkang ini kemudian selalu terpanggil. Alinea dan Aira adalah pemicunya. Karena apa yang saya lakukan ke mereka selalu membuat saya kembali merenung dan merefleksikan banyak hal tentang kehidupan kanak-kanak.
Juli 2023 Pindah ke Depok
Sebenarnya rencana kami itu adalah tinggal di apartemen yang di Ciledug.
Alasannya, dekat situ ada omnya Ade, sehingga setidaknya kami punya keluarga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Alasan lainnya, jarak Ciledug ke Blok M (area kantor saya) tidak terlalu jauh, apalagi ada akses Transjakarta.
Kami sudah mengontak beberapa pemilik unit yang menyewaka tempatnya. Hanya saja, di malam sebelum kami terbang, Ade menemukan apartemen di Margonda, Depok yang harganya murah, tapi fasilitasnya lengkap. Untungnya lagi, kami punya teman yang juga tinggal di apartemen tersebut.
Jadilah malam itu saya video call dengan pemilik dan teman kami itu untuk mengecek unitnya. Kata teman saya, di sini bagus. Kampus Universitas Indonesia dekat dan banyak pepohonan. Jadi, agak mendingan dibandingkan dengan area Jakarta.
Sorenya, setibanya di Jakarta, saya langsung mengecek unit tersebut dan langsung sreg. Keesokan harinya saya ke apartemen tersebut lagi untuk membayar dan membersihkan unit tersebut. Barulah kemudian Ade, Alinea, dan Aira menyusul saya.
Saat saya menuliskan ini, hari sudah sore di Depok dan jam kantor sebentar 30 menit lagi selesai. Oh, di luar juga sedang hujan.
Selama 6 bulan tinggal pindah ke Depok, saya baru 4-5 kali ke kantor. Iya, rasa-rasanya kantor saya adalah satu-satunya kantor yang masih mengizinkan karyawannya WFH. Eh tapi, di 2024 ini, start di tanggal 8 Januari, kami diwajibkan masuk selama 2 kali seminggu.
Saya dan tim kebagian masuk di Selasa dan Rabu.
Pekerjaan Kantor di 2023
Di tahun ini, ada banyak perubahan yang terjadi di kantor. Di tahun-tahun pertama pandemi tim konten (tim tempat saya bekerja) itu masih punya 7-8 orang.
Entah mengapa, satu per satu anggota tim kami resign dan yang tersisa tinggal kami berlima. 4 orang fokus di konten, 1 orang di desain grafis.
Yang paling menantang, dengan anggota tim segitu, kami harus menghadapi lebih banyak klien dibandingkan dengan sebelum pandemi. Makanya, untuk menyiasatinya kami merekrut freelancer.
Yang paling menantang lagi adalah bagi saya pribadi.
Kalau di Makassar kemarin saya masih bisa bekerja di rumah karena rumah mertua yang saya tinggali itu ada dua lantai, maka di apartemen yang luasnya tak seberapa ini saya tidak bisa bekerja sama sekali. Kecuali Alinea dan Aira sudah tidur.
Saya tidak bisa bekerja sama sekali karena setiap kali buka laptop, dua bocil ini akan menginvasi laptop dan tempat duduk saya. Saya tidak paham, mungkin di pikiran mereka itu jika sedang bersama bapak, maka waktunya bermain.
Solusinya, mau tidak mau saya harus bekerja di kafe. Saya sempat beberapa kali kerja di perpustakaan UI dan itu gratis, hanya saja lama kelamaan laptop kantor saya dibanned oleh jaringan internet kampus. Dikira saya mau nyuri data kali ya. Haha
Nah, untungnya, jarak 300-an meter dari apartemen itu ada Fore. Ruangannya tidak seberapa. Ada satu meja panjang dan enam meja sendiri. Hampir setiap hari saya bekerja dari sana. Sampai saya kenal dengan barista dan hafal SOP mereka.
Pertanyaannya, kenapa saya tidak bekerja di kantor aja?
Saya ini sudah tua. Halah.
Waktu apartemen ke kantor itu kalau naik KRL dan nyambung MRT bisa habis satu setengah jam. Sementara kalau naik motor, iya, saya akhirnya mengirimkan motornya Ade yang di Makassar ke Depok. Oke lanjut, sementara kalau naik motor waktu tempuhnya itu kurang dari sejam.
Kalau naik KRL, satu setengah jam itu bisa saya gunakan untuk bekerja atau bermain dengan Alinea dan Aira. Kalau naik motor, tenaga saya habis di jalan.
Rasa-rasanya, jiwa berpetualang saya itu sudah luntur karena dua tahun lebih hanya stay di rumah.
Bayangkan, dulu saya selalu exicited ketika naik transportasi umum. Karena selama perjalanan itu saya selalu menemukan ide-ide ataupun semangat beraktivitas yang entah dari mana.
Dulu saya tidak ada masalah menghabiskan berjam-jam bermacet-macetan di jalan. Sekarang, aduh, mending rebahan di ruang ber-AC sambil main hape nggak sih?!
Nah, plot twist di November 2023 terkait kehidupan pekerjaan profesional ini adalah layoff, gaes!
Saya kaget, perusahaan multinasional seperti itu pun bisa kena. Kirain hanya startup dan perusahaan-perusahaan kecil saja yang bisa mem-PHK karyawannya.
Tapi, sebenarnya kejadian seperti ini memang banyak terjadi sejak kasus Covid-19 merebak di awal 2020.
Belum lagi, selama akhir 2022 kemarin kita sering kali terpapar sama isu Indonesia akan resesi. Kondisi ekonomi memang sedang tidak baik-baik saja hingga saat saya menuliskan cerita ini.
Minggu ini, baru saja ada dua startup yang mau tidak mau menutup perusahaannya dan mem-PHK karyawannya.
Ditambah lagi, akhir 2023 dan awal 2024 ini adalah tahun politik. Di tahun politik ini, menurut para pakar, banyak perusahaan yang sedang menahan anggarannya untuk jaga-jaga. Takut tahun politik dan presiden yang terpilih berdampak buruk bagi mereka.
Tim saya saja di kantor, awalnya ingin merekrut satu orang anggota tim.
Tapi, karena ada plot twist di akhir tahun tadi dan untuk berjaga-jaga, maka perusahaan mau tidak mau harus memberlakukan hiring freeze; kondisi di mana sebuah perusahaan berhenti untuk merekrut karyawan baru.
Film dan Buku di 2023
Sejujurnya, saya lebih banyak menonton video YouTube di channelnya Nastya, Roma dan Diana, Marsha and The Bear, dan Sheriff Labrador. Ini senjata pamungkas saya saat harus jaga anak dan Ade beraktivitas di luar apartemen.
Waktu kami baru pindah ke Depok, Ade mengomel dan marah-marah karena dia katanya juga butuh waktu untuk me-time dan mengurusi masa depannya. Hadeh
Jadi, saya mempersembahkan Sabtu dan Minggu untuk dia. Alias, Sabtu dan Minggu anak-anak saya yang pegang.
Kalau uangnya ngalir terus sih, saya bisa mengajak Alinea dan Aira ke mall tiap weekend. Tapi karena kami single income, alias hanya bapak yang bekerja dan ibu menjaga anak di rumah; jadinya kami di rumah aja.
Pernah waktu di awal-awal pindah kami tiap Sabtu-Minggu ke Jakarta naik transportasi umum. Aduh, itu capeknya luar biasa. Uangnya juga tak tersisa. Sekali pergi bisa habis 500-an ribu.
Jadi, di bulan berikutnya saya memilih untuk stay di rumah aja sama anak-anak.
Ngapain aja di apartemen? Haha
Ya main. Di apartemen kami itu ada kolam ikan, anak-anak suka sekali liat dan ngasih makan ikan. Trus, ada juga playground yang isinya perosotan dan ayunan. Ya, lumayanlah.
Yang paling seru adalah kolam renang! Alinea jadi jago renang sejak pindah ke Depok. Bayangin aja hampir tiap sore dia berenang. Awal-awalnya sih pake pelampung, tapi lama kelamaan dia udah bisa renang di kolam renang dewasa.
Kalau hari hujan dan mereka sedang tidak mood main di luar, ya kami menonton. Tontonan yang paling dia suka adalah Nastya. Saya membatasi Roma dan Diana karena belum cocok untuk anak seusia Alinea. Apalagi kan ada Aira yang harusnya juga belum nonton YouTube.
Untuk urusan nonton ini, kami memang sangat membatasi. Hanya boleh nonton YouTube di televisi dan tidak boleh nonton di hape atau laptop. Itu pun durasinya paling lama sejam. Ya kadang juga molor sampai tiga jam. Karena mereka ngamuk kalau distop. Hadeh!
Oiya, selain nonton YouTube, mereka juga aktif baca buku. Kami rutin ke Perpustakaan Jakarta (thank you to whoever has built this library with abundant books). Daripada kami beli buku dan buku itu kalau sudah dibaca berulang kali, anak-anak jadi tidak tertarik lagi.
Makanya, kami rutin ke Perpustakaan Jakarta untuk pinjam buku bacaan anak-anak. Mereka sangat senang mendengarkan cerita dari buku-buku. Sama Ade, mereka rutin baca buku sebelum tidur. Kalau sama saya, ceritanya belum kelar, eh yang ada saya yang malah ketiduran.
Saya beberapa kali mendapati diri saya tidur. Alinea dan Aira jadi kebingungan, kenapa papanya tidur padahal cerita di buku belum selesai?!
Ya gimana, baca bukunya sambil baring. Saya kalau sudah baring, kurang dari lima menit; pasti tidur! Ada yang mau lomba tidur cepat nggak?
Nah, kadang kalau anak-anak sudah di tempat tidur dan bersiap tidur, saya menonton Netflix di sofa. Tidak banyak film atau series yang saya selesaikan. Jika diingat-ingat, salah satu tontonan favorit saya itu adalah Gadis Kretek. OMG!
Di series itu saya baru benar-benar menikmati akting Dian Sastro. Saya tidak menonton AADC 1 dan 2. Saya belum sempat menonton film-film Dian Sastro, tapi di Gadis Kretek ini, aduh, Dian Sastro kayak dekat sekali.
Selain Gadis Kretek, sebenarnya juga ada All The Light We Cannot See dan Leave the World Behind yang membekas.
Jadi, selama 2023 ini, dunia sedang kacau balau. Mungkin gara-gara ini juga kondisi ekonomi jadi tidak stabil.
Di timur tengah sana, perang Israel-Palestina itu luar biasa sekali. Saya, bukannya tidak berempati, hanya saja saya tidak sanggup melihat korban perang tersebut. Ada banyak anak-anak yang dibantai dan melihat semua foto dan videonya membuat lutut saya gemetaran.
Karena saya juga punya dua anak kecil. Saya hanya tidak bisa membayangkannya...
Media sosial penuh sesak dengan informasi perang tersebut dan menonton All The Light We Cannot See itu membuat saya berpikir.
Kita, manusia yang tidak ada apa-apanya ini ternyata tidak pernah belajar dari sejarah.
All The Light We Cannot See itu backgroundnya adalah di masa perang dunia pertama; antara NAZI Jerman melawan sekutunya. Kita mungkin bisa menyebut diri kita sebagai manusia modern, tapi naluri kita untuk berperang dan menguasai satu sama lain masih sama dengan mereka yang hidup dalam peperangan beratus-ratus tahun lampau.
Trus, film Leave the World Behind itu.
Itu sebenarnya adalah film yang membahas tentang dampak buruk kerusakan iklim bagi manusia. Selain isu perang, saat ini isunya adalah Climate Crisis.
Di Jabodetabek ini adalah salah satunya. Berita polusi udara sempat hangat selama 2023. Ada masa di mana pemerintah mempertunjukkan ketidakbecusannya dalam menghadapi masalah ini. Mereka berkomentar seenaknya tentang masalah polusi udara dan solusinya.
Sejak pindah dari Makassar, Alinea dan Aira lebih sering demam dan flu.
Kondisi udara di Depok juga tidak kalah buruknya di semua tempat di Jabotabek. Hampir tiap pagi saya melihat kabut, padahal mah itu polusi udara. Setiap kali kami main ke Jakarta, tidak jarang Alinea dan Aira, salah satunya, langsung flu.
Saya membayangkan di dalam sistem pernapasan kedua anak ini dipenuhi asap. Kalau kata pakar, menghirup udara di Jabodetabek sama saja dengan merokok beberapa batang. Sialnya, asap ini terdiri dari senyawa-senyawa kecil yang tidak bisa lagi keluar dari sistem pernapasan.
Saya bingung. Apakah kami harus balik ke Makassar?
Makanya, hanya tiga tontonan itu yang membekas di saya selama 2023.
Untuk buku, yang bagian ini saya tidak bisa membahas banyak. Saya tidak punya kesempatan membaca buku. Kok bisa?
Jadi, selesai jam kerja, saya biasanya akan bermain dengan Alinea dan Aira atau mengobrol dengan Ade. Selesai berinteraksi dengan keluarga, saya akan kembali menghadap laptop untuk mengerjakan pekerjaan sampingan. Di luar saya masih mengerjakan beberapa kerjaan lepas.
Kalau pekerjaan lepasnya tidak ada, saya membuat konten. Di Agustus 2023 kemarin saya ikut Freelance Bootcamp gratis dan mulai mengerjakan projek pribadi untuk membuat komunitas.
Namanya: Menjadi Content Writer.
Jadi, misi saya sebenarnya adalah berbagai hal yang sudah saya dapatkan selama bekerja secara profesional. Saya membayangkan semasa saya baru belajar Content Writing. Saya kesulitan mencari referensi. Waktu itu, konten edukasi belum banyak, apalagi SEO Content Writing.
Mau tidak mau saya harus berusaha mencari sendiri dengan menggabungkan pengalaman dan diskusi-diskusi di banyak tempat.
Nah, adapun buku-buku yang saya beli selama 2023, tapi tidak/belum selesai dibaca adalah Reopening Muslim Minds dan biografi Albert Einsten. Oh, ada satu yang selesai saya baca dan saya sangat suka, yaitu Menua dengan Gembira.
Buku ini sangat relate dengan kehidupan yang saya jalani sejak punya anak; apalagi setelah pindah ke Jabodetabek.
Gara-gara membaca buku ini, saya teringat sama kata-kata Charlie Caplin: Hidup itu adalah tragedi kalau kamu hanya melihatnya dari dekat, tapi coba kamu melihatnya dari jauh. Hidup itu adalah komedi.
Saya sepakat dengan ini, ketimbang kita berkeluh kesah dengan kehidupan dewasa yang tidak ada tutorialnya ini, maka ada baiknya untuk menertawakan setiap momen. Halah!
***
Post a Comment