Nak, Belajarlah Tentang Rupiah!

“Pa, bawa uang ngga?”

“Nggak. Kenapa?”

“Bawa hape nggak?”

“Bawa”

“Ya udah. Mau beli es kyim pa. Nanti bayarnya pakai kyis aja.”

Saya tidak menanggapi tanggapan Alinea yang terakhir ini. Saya kaget. Kok bisa anak yang baru menginjak usia 4 tahun ini tahu tentang teknologi bernama QRIS?

Sementara saya tidak pernah menjelaskannya. Satu-satunya hal yang memungkinkan adalah karena dia selalu melihat saya bilang begini ke kasir minimarket saat membayar, “Bayarnya pakai QRIS, ya kak.”

Di rumah, Alinea putri saya yang berusia 4 tahun dan Aira yang berusia 2 tahun, masing-masing punya sebuah celengan burung hantu berwarna hijau dan pink. Celengan plastik ini disimpan di lemari pakaiannya.

Setiap kali ada uang receh di meja atau kembalian dari belanja, Alinea dan Aira berlomba memasukkannya ke dalam celengan.

“Ini buat jalan-jalan ke Singapura nanti, ya, Pa!” katanya penuh semangat. 

Melihat antusiasmenya mengumpulkan uang, saya tahu inilah saat yang tepat untuk mengajarkannya arti dari setiap keping Rupiah yang dia simpan dengan tekun.

Bagi Alinea, uang mungkin hanya benda yang bisa dipakai untuk membeli sesuatu yang ia inginkan. Tapi di balik itu, Rupiah menyimpan cerita panjang tentang kedaulatan, identitas, dan perjuangan bangsa ini. 

Mencintai Rupiah dari yang Paling Sederhana

Suatu sore, saya mengajak Alinea melihat lebih dekat uang yang ia sering lihat di sekitarnya.

“Alinea, lihat deh uang ini,” kataku sambil menunjukkan uang seratus ribu Rupiah. “Ini ada gambar dua orang penting, namanya Bung Karno sama Bung Hatta. Mereka itu pahlawan, orang-orang yang berjuang supaya Indonesia bisa merdeka, jadi sekarang kita bisa pakai uang Rupiah sendiri.”

Saya menunjukkan tulisan besar di bawah gambar mereka.

“Ini ada tulisan Negara Kesatuan Republik Indonesia, artinya ini uang punya Indonesia, negara kita. Jadi, kalau kita pakai Rupiah, itu artinya kita pakai uang yang milik negara kita sendiri, bangga dong jadi orang Indonesia.”

Alinea memperhatikan koin dua ratus Rupiah yang aku tunjukkan. “Lihat ini, ada gambar burung Garuda. Garuda itu lambang negara kita, Alinea. Burung Garuda ini melambangkan kalau negara kita kuat dan bersatu.”

Saya juga memperlihatkan bagian-bagian lain dari uang kertas yang menampilkan kekayaan Indonesia. “Di uang yang lain ada gambar tari-tarian dan bunga-bunga. Ini semua adalah bagian dari Indonesia, negara kita,” saya menjelaskan.

Penjelasan ini membantu Alinea melihat bahwa uang di celengannya bukan hanya alat tukar, melainkan simbol kebanggaan nasional.

Rupiah Sebagai Simbol Kedaulatan

Anak-anak itu seperti sebuah makhluk yang terbuat dari pertanyaan. Mereka mempertanyakan semua hal.

“Kenapa kita pakai uang ini, Pa? Isi celenganku bisa dipakai di Singapura nggak?” pertanyaan Alinea membuka diskusi yang lebih dalam tentang peran Rupiah sebagai simbol kedaulatan.

“Jadi gini. Rupiah itu uang resmi yang kita pakai di Indonesia, sama kayak kamu punya nama sendiri. Setiap negara punya mata uang sendiri juga. Rupiah itu lambang kalau Indonesia itu negara yang merdeka, kita nggak perlu pakai uang negara lain buat belanja di sini,” jawabku.

Saya melanjutkan, “Nanti kalau kamu ke Singapura, kamu bakal perlu tukar uangmu jadi Dolar Singapura, karena di sana mereka pakai uang itu. Tapi di sini, kita pakai Rupiah, soalnya ini tanda kalau Indonesia bisa berdiri sendiri.”

Mengumpulkan Uang, Belajar Berhemat

Saat Alinea memasukkan uang ke celengannya, ia sedang mempelajari nilai penting menabung di mana ia menyisihkan uang untuk kebutuhan besar di masa depan.

“Setiap koin yang kamu masukin ke celengan itu adalah cara biar bisa ke Singapur,” kataku padanya. “Kamu sedang belajar berhemat.”

Bagi seorang anak berusia 4 tahun, mengumpulkan Rupiah mungkin terlihat sederhana, tetapi inilah awal dari pelajaran besar tentang pengelolaan uang.

Saya pun perlahan-lahan mulai mengenalkannya pada konsep yang lebih luas tentang pengelolaan uang—bahwa menabung adalah bagian dari mencintai dan memahami Rupiah. Dengan menyimpan uang, kita bisa mencapai impian kita, seperti Alinea yang bermimpi pergi ke Singapura suatu hari nanti.

Sejarah Panjang di Balik Rupiah

Seiring Alinea terus mengumpulkan koin-koinnya, saya juga mulai menceritakan sejarah panjang Rupiah kepadanya. 

“Tahukah nggak, Alinea, dulu sebelum kita punya Rupiah, Indonesia itu pakai uang dari negara lain?” ceritaku padanya.

Saya menjelaskan bahwa Rupiah lahir sebagai bagian dari perjuangan bangsa untuk menjadi mandiri, sebagai simbol kedaulatan yang diperjuangkan dengan keras. Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1946, Rupiah menjadi simbol penting dari kedaulatan Indonesia. 

Dengan setiap koin yang Alinea masukkan ke celengannya, ia tidak hanya mengumpulkan uang, tetapi juga menyimpan bagian dari sejarah perjuangan bangsa ini.

Masa Depan Rupiah dan Tantangan Global

Sama seperti perjuangan di masa lalu menciptakan Rupiah sebagai lambang kedaulatan, tantangan masa depan menuntut Rupiah beradaptasi dengan teknologi dan kebutuhan zaman.

Teknologi seperti QRIS, yang tumbuh 226,54% setiap tahun menurut Bank Indonesia, menunjukkan bagaimana generasi Alinea kelak dapat menggunakan Rupiah dengan lebih modern dan praktis. 

Artinya, Rupiah terus mengikuti perkembangan zaman, terutama dengan adanya teknologi baru. Dulu, kita hanya menggunakan uang kertas dan koin, tetapi sekarang bisa membayar hanya dari gawai.

Namun, di dunia ini ada tantangan seperti perubahan nilai uang yang bisa naik turun, dan persaingan dengan mata uang dari negara lain yang kadang lebih kuat. 

Meskipun begitu, selama kita bijak dalam menggunakan Rupiah, baik dalam bentuk fisik maupun digital, kita bisa menjaga agar ekonomi kita tetap kuat dan menghadapi tantangan tersebut dengan percaya diri.

Dari Celengan ke Masa Depan yang Berdaulat

Setiap kali Alinea memasukkan uang ke celengannya, saya melihat harapan. Harapan bahwa melalui tindakan kecil ini, dia sedang belajar tentang nilai kerja keras, kesabaran, dan bagaimana mengelola keuangan dengan bijak. 

Celengan burung hantu yang sederhana ini adalah simbol dari bagaimana dia belajar menghargai Rupiah, dan bagaimana setiap koin yang dia kumpulkan adalah langkah menuju masa depan yang lebih besar.

Melihat Alinea menabung dengan penuh semangat, saya yakin langkah kecil ini akan membentuk generasi yang bangga dengan Rupiah.

Ketika suatu hari nanti Alinea menukar Rupiah untuk perjalanannya ke Singapura, saya berharap dia akan selalu ingat pelajaran ini—bahwa Rupiah lebih dari sekadar alat tukar. Rupiah adalah bagian dari jati diri kita sebagai bangsa, simbol perjuangan, dan harapan masa depan yang harus selalu kita jaga.

Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah

Melihat Alinea, saya sadar bahwa perjalanan mencintai dan memahami Rupiah dimulai dari hal-hal kecil. 

Seperti Alinea yang dengan riang menabung untuk impiannya, kita pun bisa mulai dari langkah-langkah sederhana untuk mencintai Rupiah. Setiap kali kita menggunakan Rupiah, kita sedang menunjukkan kebanggaan sebagai bangsa yang berdaulat.

Rupiah mencerminkan kedaulatan bangsa dan menjadi simbol jati diri Indonesia.

Sama seperti Alinea belajar menghargai setiap koin di celengannya, kita pun bisa menunjukkan cinta kita terhadap Rupiah dengan mengenalnya lebih dalam, merawatnya, dan menggunakannya dalam setiap transaksi. Di balik setiap lembar dan koin Rupiah, ada sejarah, perjuangan, dan masa depan yang kita bawa bersama sebagai bangsa.

Jadi, mari kita tunjukkan rasa cinta, kebanggaan, dan pemahaman kita terhadap Rupiah—mulailah mengenalkan nilai Rupiah dari langkah kecil, seperti menabung atau memahami sejarahnya, agar generasi berikutnya bangga menjadi bagian dari bangsa yang berdaulat.

Masa depan Rupiah ada di tangan kita. Dengan memahami dan mencintainya, kita menjaga warisan bangsa.

***

Blog post ini diikutkan lomba Featured Article BI Digital Content Competition 2024.

Nih buat jajan