Hal-hal ini terjadi di 2016 (1)
Exit signage di Teduh Hostel, Jakarta. Foto: Jumardan Muhammad |
Gubrak! Ini sudah Desember dan
siap atau tidak siap menghitung hari lagi kita akan keluar dari 2016 dan masuk ke 2017. Betapa
waktu berlalu dengan sangat cepat. Selamat memasuki Desember, bulan terakhir di kalender masehi. Tahun ini adalah tahun tercepat dan tahun paling dinamis bagi saya dalam 5
tahun terakhir.
Meskipun tidak banyak hal yang saya lakukan, secara garis besar hanya ada empat fase di tahun ini. Selanjutnya saya akan menuliskannya ke dalam empat bagian hal-hal yang terjadi di 2016. Tak ada maksud untuk narsis dan curhat colongan, ini hanyalah cara untuk memperpanjang ingatan yang kian hari kian memendek dan juga bahan refleksi ke depannya.
Meskipun tidak banyak hal yang saya lakukan, secara garis besar hanya ada empat fase di tahun ini. Selanjutnya saya akan menuliskannya ke dalam empat bagian hal-hal yang terjadi di 2016. Tak ada maksud untuk narsis dan curhat colongan, ini hanyalah cara untuk memperpanjang ingatan yang kian hari kian memendek dan juga bahan refleksi ke depannya.
1. Awal
Tahun (Januari-April)
Masih dengan
membawa tugas akhir (TA) yang belum kelar saya memasuki 2016. Menghabiskan
waktu dengan merampungkan TA di Daun Coffee, warung kopi paling hits yang letaknya tak
jauh dari kampus Parangtambung, berdiskusi dengan dosen dan teman-teman sesama
pekerja TA. Hingga disela-sela kerja tersebut, teman sekelas saya yang belum
sampai pada tahap penyelesaian kuliah mengalihkan isu TA ini ke ‘bikin karya
sama-sama sebagai perpisahan’, maka tercetuslah ‘Almanak’ pameran kalender 2016
hasil karya berupa fotografi dan desain grafis oleh dua belas orang teman
sekelas saya. Kelar di Almanak, saya kemudian kembali menghabiskan waktu dengan
“Buku Foto Lipa Sa’be”, tugas akhir yang saya angkat, di percetakan sepanjang
jalan Sungai Saddang dan distributor kertas di jalan Gunung Bawakaraeng. Di akhir Februari, saya berserta 9 orang pekerja TA
mengadakan “Artefak”, pameran tugas akhir sebagai prasyarat untuk ujian akhir.
Barulah kemudian di minggu pertama Maret pengerjaan tugas akhir ini benar-benar
berakhir. Sebagai tanda telah menyelesaikannya disematilah kami gelar Sarjana Desain! Hasil kuliah selama 4,5 tahun. Betapa Maret tahun ini sangat berharga sebab
hari yudisium saya, hari Jumat, bertepatan dengan hari lahir saya.
Saya yang kadung
banyak main selama masa kuliah lupa ternyata lupa memikirkan masa depan! Usai
yudisium, di dalam kepala saya, tiba-tiba didatangi suara laki-laki, berat, dan ngebas. Dia
mengajukan pertanyaan yang berulang-ulang, “Setelah ini apa? Setelah ini apa?”
Display karya di pameran Artefak, Hotel Lamacca Makassar. |
2. Tengah
Tahun I (Mei-Juli)
Buku tahunan itu
saya kerjakan selama satu setengah bulan, mulai dari pemotretan, grafis, layout buku, cetak-mencetak, hingga finishing. Tak lama setelah client merampungkan
urusan keuangan, mereka puas, kami putus dan saya berangkat ke kampung Inggris.
Tempat yang sedari saya di sekolah dasar selalu didengung-dengungkan sebagai
tempat “No English, No Service” yang katanya bahkan para penjual pentol pun
takkan melayani kamu jika tidak menggunakan bahasa Inggris. Percayalah, itu
hanya mitos! Saya telah membuktikannya.
Namun, dua minggu
sebelum berangkat saya iseng mengikuti
pelatihan tiga hari dua malam di Hotel Arya Duta Makassar! Ada tiga hal menarik bagi saya untuk ikut. Pertama, ini bagai oase di
padang pasir bagi saya yang jobless—menginap
di hotel berbintang. Iya, saya kampungan. Hah! Kedua, kegiatan ini semata saya ikuti karena ada bidang desain
komunikasi visual yang turut diundang di dalamnya. Ketiga, nama pelatihannya
membuat saya penasaran—Pelatihan Duta Damai Dunia Maya 2016. Di malam pembukaan saya
tertidur saat panitia menjelaskan seperti apa kegiatan akan berlangsung, saya
kebingungan ketika telah berkumpul dengan sebelas orang, dua diantaranya
merupakan teman kampus. Secara cepat, saya kemudian ditawari menjadi ketua. Tanpa tedeng aling-aling langsung saya terima karena saya bosan melihat orang-orang saling tunjuk untuk menjadi ketua. Namun, beberapa saat kemudian hal mencengangkan terjadi. Istilah ketua ini berganti nama menjadi pimpinan redaksi. Oh, ternyata pelatihan ini mengharuskan kita untuk menjalankan sebuah situs online berkolaborasi dengan anak
teknologi informasi, dkv, dan blogger. Hal yang baru saya sadari ketika hari
kedua. Di hari yang sama situs http://kareba.dutadamai.id/
pun resmi bergabung di dunia maya, menjelang malam beberapa postingan dicantumkan. Di hari ketiga, saya yang datang terlambat, tau-taunya ditunjuk pertama untuk
mempresentasikan website yang telah
kami buat. Di Kota Makassar ada lima website
yang dibuat sebagai media antipropaganda paham radikalisme dan terorisme di
dunia maya, istilah yang saya belum paham—hingga postingan ini dibuat. Sesaat
setelah pelatihan resmi ditutup para pimpinan-pimpinan redaksi dikumpulkan
untuk kemudian ditugasi melanjutkan keberlangsungan situs online yang telah kami presentasikan. Hal yang diluar dugaan saya.
Berawal dari keisengan mengikuti kegiatan ini saya kemudian mendapat tugas
untuk menghidupkan Kareba—hingga postingan ini dibuat.
Satu hal yang
saya syukuri dari pelatihan ini adalah beberapa mata kuliah di desain
komunikasi visual saya berguna!
Mentoring Kareba oleh kak Abe di Peeple co-Working Space, Makassar. |
Lima hari sebelum lebaran Idul Fitri saya masih di
kampung Inggris. Apa yang saya dapati kemudian adalah jalanan lengang, hanya
satu dua sepeda yang melintas sesekali, rumah-rumah makan tutup, dan
tempat-tempat kursusan yang jumlahnya mungkin ratusan pun sepi. Inilah wajah
desa Tulungrejo sesungguhnya, yang selama puluhan tahun berkedok kampung
Inggris. Apa yang membuat roda ekonomi berputar di tempat ini adalah para anak
muda dari Sabang sampai Merauke, dari Pontianak hingga Manggarai. Pada dasarnya
masyarakat di desa ini bermata pencaharian sebagai petani. Apa yang
mengelilingi kampung Inggris adalah perkebunan sayur mayur dan sawah. Jadi jika
di pagi hari, bukan hanya anak kursusan yang melintas bersepeda di jalan-jalan
desa ini, tetapi juga para petani.
Eh, sudah kepanjangan! Selanjutnya akan saya sambung di postingan berikutnya. Sampai jumpa!
Selfie di Candi Surowono, Kecamatan Pare, Kediri. |
Eh, sudah kepanjangan! Selanjutnya akan saya sambung di postingan berikutnya. Sampai jumpa!
Post a Comment