Amunisi Kreasi dari Narasi

narasi tv

Saya sebenarnya kecewa. Sesudah Narasi mengunggah pengumuman peserta yang lolos Narasi Content Workshop 2019, saya langsung mengecek email, namun tidak mendapatkan apa-apa.

Padahal di postingan Instagram tersebut terdapat pemberitahuan agar segera mengecek email untuk konfirmasi kedatangan.
Terima kasih juga untuk para peserta yang belum terpilih, tetap terus berkarya.
Jam kantor masih enam jam lagi, tapi saya sudah tidak lagi bersemangat untuk kerja.

Keesokan siangnya, saya dibuat girang dengan pesan Whatsapp yang menyatakan bahwa saya lulus Narasi Content Workshop 2019.

Malamnya, saya pun mendapat email resmi perihal kelulusan ini lengkap dengan jadwal acara.

Saya mengumpulkan amunisi-amunisi yang dihamburkan selama acara berlangsung untuk menjadi pengingat dan pembeda konten-konten yang barangkali kelak akan kamu produksi di tengah tsunami konten.

Baca juga: 5 Nasihat Content Creator

Kenapa Konten Butuh Jurnalistik?

narasi tv

Pertanyaan ini disodorkan oleh Imam Wahyudi, salah seorang anggota Dewan Pers Indonesia dalam kelas pembuka pelatihan yang berlangsung dari 26 -27 Januari ini.

Laki-laki paruh baya ini tampil enerjik selama berbagi materi. Menurutnya, media internet merupakan media paling berpengaruh dibandingkan dengan media-media lainnya.
Internet bak mukjizat yang mampu membuat siapa saja menjadi siapa pun. Sementara jurnalistik hadir sebagai pembeli nilai.
Langkah pertama untuk menjadi konten kreator adalah dengan mengusung nilai-nilai jurnalistik di dalamnya.

Pasalnya, ada delapan nilai yang dianut oleh ilmu jurnalistik yang mampu membuat sebuah konten lebih berfaedah.

narasi tv

Saya kepikiran.

Ketika semua hal-hal di atas telah dianut dan dilakukan secara konsisten untuk semua konten sementara konten tersebut tidak menjangkau dan berpengaruh kepada masyarakat, apa yang harus dilakukan sebagai konten kreator?

Untuk pertanyaan ini, ilmu jurnalistik juga punya jawabannya. Hal ini pula yang barangkali dianut oleh semua media cetak dan elektronik selama ini.

Ada baiknya jika membuat konten-konten yang menyentuh hal-hal dasar seperti keamanan, keuangan, kenyamanan, untuk membantu audiens menentukan sebuah pilihan, serta konten yang luar biasa.

Hal terakhir bisa saja menjadi sulit. Butuh kemauan untuk terus belajar dan mengembangkan diri sehingga mampu menjadi atas rata-rata.

Perbedaan Manusia dan Monyet

narasi tv

Trivet membuka sesinya dengan menanyakan perbedaan manusia dan monyet.

Beruntung, saya telah menghabiskan separuh dari Sapiens, salah satu karya terpenting dari Yuval Noah Harari.

Di buku tersebut, Yuval memaparkan secara logis sebuah alasan kenapa manusia Homo Sapiens menjadi spesies manusia yang paling bertahan hingga hari ini.

Karena kemampuannya bercerita. Begitu jawaban saya terhadap Trivet yang sebenarnya saya kutip dari Sapiens.

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki kemampuan ini. Yang menjadi pembeda adalah keahlian kita dalam melakukannya.

Bagi banyak brand, khususnya Apple dan Samsung, mereka menggunakan salah satu cara bercerita yakni Golden Cyrcle.


Jika Apple menerapkan Why-How-What untuk mengenalkan produknya, maka Samsung memulai proses berceritanya dengan What-How-Why.

Selanjutnya, kenapa sebuah cerita membekas?

Menurut Founder Proud Project ini, kuncinya adalah Concrete, Unexpected, Emotional, and Simple (CUES).


Sebuah cerita akan menarik jika kita menggunakan penggambaran atau simbolisme ke dalamnya, misalnya bahagia itu seperti berak.

Adanya cerita-cerita yang tidak diekspektasikan sebelumnya juga mampu membuat sebuah cerita membekas.

Kamu tentu tahu kalau memasukkan unsur emosi dalam sebuah cerita akan menarik perhatian banyak orang. Jelas, emosi tersebut bisa menjadikan cerita gampang diingat.

Terakhir, cerita-cerita yang sederhana akan menjadikannya manis dan mudah dikenang. Masih ingat saat kamu pertama kali jatuh cinta?

Sederhana dan membekas bukan? 😍

Fotografi adalah Pengetahuan

narasi tv

Pada jadwal acara yang terlampir di email, sesi pertama hari kedua akan dibawakan oleh Rara Sekar dan Ben Laksana dengan judul Shifting Mind-Sets for a Digital Future.

Sepasang suami istri ini melakukannya dengan lebih, hanya menggunakan medium fotografi.

Di era revolusi industri 4.0, masyarakat Indonesia, konon—adalah salah satu masyarakat paling visual di dunia. Pendapat ini ditunjang oleh keberadaan Instagram sebagai aplikasi fotografi.

Hari ini siapa sih yang tidak punya akun Instagram?

narasi tv

Fotografi sebagai medium ibarat sebuah senjata. Pasalnya, satu foto mampu membentuk opini terhadap sesuatu. Itulah kenapa sebuah foto tidak sempurna.

Butuh pemahaman lebih untuk mengetahuinya.

Di lain sisi, fotografi adalah pengetahuan. Untuk memahami satu foto, ada baiknya jika seseorang melihat berbagai perspektif yang ada di sekeliling foto tersebut, seperti ras, gender, hak asasi manusia, kelas masyarakat, dan lain sebagainya.

narasi tv

Hal inilah yang menjadi alasan kenapa setiap konten kreator wajib bertanya, berdiskusi, dan mengonfirmasi serta membandingkan sumber-sumber yang ada.

Seorang konten kreator juga sebaiknya memperluas wawasan dengan teks, narasi foto, film, arsip, observasi, dan partisipasi.

Sesi ini dibawakan dengan sangat menarik.

Ada berbagai foto dan iklan yang dibedah melalui masing-masing sudut pandang peserta Narasi Content Creator Workshop.

Hikayat Pria Pembuat Konten

narasi tv

Adalah TB Putera yang membuat saya melongo dan ketawa-ketawa kecil dalam hati tiada henti selama presentasi.

Mengaku tidak suka yang ribet-ribet, pria yang mengusung potongan-potongan video di dalam karyanya santai saja duduk di kursi.

Sayangnya, tak ada yang benar-benar saya tangkap dari penjelasannya.

Hal ini disebabkan oleh apa yang dipaparkan adalah karya-karyanya yang selama ini dibuat.

Beruntung, di sesi tanya jawab ada beberapa pertanyaan yang menggelitik tentang menggabungkan karakter dan pasar.

TB lebih memilih karakter dan menjadi diri sendiri dalam berkarya. Hal ini terbukti dari karya-karya kolaborasi dengan berbagai brand yang dikerjakannya.


Selain sebagai kreator konten, pria ini juga berprofesi sebagai Creative Group Head di Gojek. Tau Gojek kan?

Baca juga: Go Food Festival, Go Cashless

Pecut Najwa Shihab

narasi tv

Oiya, mengakhiri workshop ini, secara bergantian kami tampil mempresentasikan karya kelompok sebagai hasil workshop.

Kebayang gak sih para pembuat konten dengan berbagai latar belakang medium kekaryaan ini berkolaborasi dalam satu karya?

Biar saya jabarkan satu per satu, Narasi Content Creator Workshop terdiri dari 25 orang. Beberapa di antaranya adalah fotografer, videografer, ilustrator, desainer grafis, youtuber, scripwriter, hingga penulis buku anak.

Tiap-tiap keahlian itu mempunyai spesifikasinya masing-masing, misalnya fotografer dokumenter dan street photographer.

Saya sendiri mendaftarkan diri sebagai Lifestyle Blogger.

Sewaktu kreator konten ini bergantian menjelaskan karya kelompoknya, salah seorang founder Narasi TV tiba-tiba masuk dan melipir ke tempat duduk di pinggir ruangan.

Saya terpana! Ya ampun, mbak Nana 😱

narasi tv

Najwa Shihab menghabiskan sekira 30 menit bercerita tentang awal mula dia menjadi jurnalis dan kali pertama dia diturunkan untuk meliput, salah satu bencana terdahsyat abad ini—gempa bumi dan tsunami Aceh 2004.

Kejadian inilah yang membuat dia berkomitmen untuk menghasilkan karya-karya terbaik dengan menggunakan seluruh inderanya; jurnalisme empati katanya.
Menghasilkan konten terbaik itu mengasah empati, mengolah rasa, menggerakkan orang, dan membawa dampak.
Saya menganga, cerita mbak Nana luar biasa. Perempuan ini nyata adanya.

Iya, selama bertahun-tahun saya menontonnya di layar kaca, memandangnya dari antara.

narasi tv

narasi tv

Terima kasih, Narasi TV untuk amunisinya! Workshop ini menjadi pembuka tahun yang menyenangkan untuk berlayar di badai digital. Terima kasih manteman peserta dan panitia yang sungguh menginspirasi!

***

Nih buat jajan