Hal-hal Ini Terjadi di 2020
Ada lebih dari 7 miliar manusia di bumi yang menjadikan pandemi Covid-19 sebagai tema besar hidup di 2020. Saya pun termasuk di dalamnya.
Sejak Desember 2019 saya sudah membuat rencana-rencana besar di 2020. Satu malam di pertengahan 2020 saya sempat curhat di grup WA yang isinya adalah rekan kerja terdekat saya di kantor.
"2020 saya berharap naik jabatan. Pindah ke tempat baru dan memimpin sebuah tim kerja."
Seorang di antaranya dengan sigap membalasnya dengan judul film Frozen, "Let it go!"
Di media sosial bahkan bertebaran meme yang bilang, "Lu ga gila di 2020 aja uda syukur."
Begitulah 2020, kembali adagium lama, "Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan."
Di luar dari keinginan untuk naik jabatan, saya mendapati berkah dan tanggung jawab baru sebagai manusia. Alinea lahir tepat di awal tahun. 8 Januari 2020.
Proses bersalinnya harus mundur sehari dari jadwal yang ditentukan oleh dokter kandungan yang menemani kami sejak awal kehamilan. Untungnya, semua berjalan dengan lancar. Ade melahirkan Alinea dengan normal.
Kami membawa Alinea pulang setelah dirawat 3 hari di rumah sakit karena bilirubinnya tinggi. Selanjutnya, sebagai orang tua baru kami menikmati bangun tengah malam, memandikan Alinea, menggantikan popoknya.
Baca juga: Hal-hal Ini Terjadi di 2018
Ade yang cuti melahirkan selama 3 bulan harus kembali bekerja di 31 Maret 2020. Semua rencana telah kami siapkan untuk hidup bertiga di Jakarta. Ade dan saya tetap bakal berangkat kerja di pagi hari, sedangkan Alinea akan dititipkan di Tempat Penitipan Anak RSAB Harapan Kita.
Seminggu sebelum rencana ini dijalankan, Indonesia, khususnya Jakarta; dibuat panik oleh Covid-19. Pasien pertama ditemukan. Orang-orang kalap dan menyetok bahan makanan untuk waktu tertentu. Mereka masuk ke rumah dan mengunci pintunya dengan sebaik-baiknya.
Kantor saya yang sebelumnya telah menerapkan sistem kerja working from office dan working from home, tiba harus menggunakan sistem working from home untuk seluruh karyawan yang ada.
Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau dengan bahasa lainnya; lockdown.
Jadilah, kami tidak punya opsi lain selain, Ade tetap berangkat ke rumah sakit dan saya menemani Alinea di rumah.
Tidak banyak hal yang sebenarnya terjadi di kehidupan saya selama 2020. Namun, setiap hal yang terjadi ternyata sifatnya besar.
Baca juga: Hal-hal ini terjadi di 2016
Hingga akhir 2020 kemarin, kantor tidak mewajibkan karyawannya harus bekerja di kantor. Hampir seluruh aktivitas saya sejak akhir Maret hingga Desember dihabiskan di rumah. Bahkan saat Idul Fitri dan Idul Adha; kami masih tetap berada di rumah.
Yang menarik, di pertengahan tahun saya kepikiran untuk membeli sepeda demi menyiasati perasaan suntuk dan bosan di rumah. Soalnya, berdiam diri di rumah juga bisa bikin mental terganggu dan pikiran tak menentu.
Bahkan rambut saya rontok serontok-rontoknya di tahun ini.
Hampir setiap akhir pekan saya menghabiskan pagi atau sore bersepeda. Menempuh jalan lurus dari Slipi ke Semanggi, lalu lurus ke arah Sudirman hingga Bundaran Hotel Indonesia. Untuk beberapa waktu saya menikmatinya. Tak lama berselang, saya merasa bosan.
Barangkali karena kita tidak berinteraksi dengan orang lain, sehingga perasaan ini muncul.
Ada banyak webinar dan diskusi yang saya ikuti di 2020. Saya bahkan pernah meeting dengan rekan kerja di kantor sambil mengikuti webinar. Melakukan hal ini dalam jangka waktu yang lama tentu bikin sakit kepala.
Beberapa kali mata saya berkunang-kunang. Butuh tidur untuk membuat pikiran kembali segar.
Makin ke sini saya menyadari satu hal, yakni kemampuan saya untuk multitasking ternyata tidak sehebat itu. Saya juga menyadari bahwa aktivitas-aktivitas ini juga jauh lebih baik jika dilakukan secara offline atau tatap muka saja.
Membayangkan ada banyak orang di luar sana yang kehilangan pekerjaan sementara saya mendapatkan banyak pekerjaan di 2020 tentu merupakan hal yang patut disyukuri. Ade berhenti bekerja, tetapi pekerjaan-pekerjaan yang mampu menutupi gajinya berdatangan ke saya.
Saya sering kali mempertanyakan hal-hal semacam ini kepada diri sendiri. Bisa ya seperti itu? Bahwa ada tangan-tangan yang tak terlihat yang memberikan saya pekerjaaan-pekerjaan sampingan di luar pekerjaan kantoran saya.
Pada 3 November 2020, kami akhirnya pindah dari Jakarta ke Makassar. Memboyong empat kardus besar berisi pakaian, peralatan dapur, hingga perintilan yang ketika mengemasnya saya menyadari satu hal bahwa saya telah membeli banyak barang yang sungguh sangat tidak penting.
Baca juga: Hal-hal Ini Terjadi di 2015
Dua bulan terakhir dari 2020 dihabiskan di Makassar. Ade dan saya tidak pulag selama kurang lebih setahun. Kami syok dan waswas sesaat setelah mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin.
Di Makassar, penerapan protokol kesehatan tidaklah seketat di Jakarta. Tidak semua orang menggunakan masker. Mereka juga dengan tenangnya berkumpul dan tertawa-tawa bersama. Bagi kami yang menghabiskan hampir 2020 di rumah merasa kagok melihat pemandangan ini.
Padahal angka kasus positif Covid-19 di Sulawesi Selatan tertinggi pertama di luar Pulau Jawa.
Sementara keinginan untuk mendatangi tempat makan enak, Pantai Losari, serta tempat-tempat yang sering kami kunjungi harus diredam selama di Makassar. Suasananya benar-benar tidak sama lagi dan satu-satunya yang bisa kami lakukan adalah menyelamatkan diri sendiri dengan berada di rumah, termasuk ketika perayaan tahun baru 2021.
Bagaimana dengan 2020-mu?
***
Post a Comment