Cerita Paundra Noorbaskoro Menakar Oksigen, Menyulam Harapan
Pagi di pesisir Pacitan berembun tipis. Udara asin laut menempel di kulit, bercampur aroma lumpur dan sisa pakan yang lembap. Di antara kolam berwarna keperakan, seorang anak muda berdiri menatap layar ponselnya.
Grafik kadar oksigen, suhu, dan pH berganti pelan. Bunyi beep dari sensor terdengar seperti napas tambak yang baru belajar berbicara.
Itulah rutinitas Paundra Noorbaskoro, alumnus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Ia bukan sekadar petambak udang; ia pendengar bahasa air.
Dengan sistem Internet of Things (IoT), ia menciptakan cara baru membaca kolam yang mengubah air menjadi data.
Saat Keyakinan Mulai Retak
Beberapa tahun lalu, kolam itu punya kisah lain. Air berbau busuk, udang mengapung, langit sore muram.
Pada 2018, ketika pertama kali membuka tambak bersama teman-temannya, Paundra menelan dua tahun penuh kegagalan. Modal habis, pompa rusak, dan kepercayaan orang sekitar memudar.
Hari-harinya terasa panjang.
Di setiap pagi, ia berjalan di antara kolam yang diam seperti kaca hitam. Tak ada suara kecuali percikan kecil dari aerator yang tersendat-sendat. Udang-udang mati mengapung di sudut tambak, menggumpal seperti sisa mimpi yang tak jadi kenyataan.
Setiap kali menyapa tetangga, ada tatapan iba yang tak diucapkan.
“Kasihan, anak muda, terlalu percaya teknologi,” begitu bisik yang sesekali terdengar di warung kopi.
Beberapa rekan yang dulu ikut merintis usaha memilih mundur. Yang tersisa hanya lumpur, sepi, dan keyakinan yang mulai retak.
Malam hari, ketika listrik padam, ia duduk di tanggul menatap kolam. Angin laut berhembus lembap, membawa aroma asin yang menusuk dada. Di tangannya, segenggam lumpur terasa dingin.
Baca juga: Seorang Bidan Melawan Dukun Beranak
Di bulan-bulan berikutnya, situasi memburuk.
Hujan deras membuat air meluap dan mengikis tanggul. Pompa utama rusak karena korsleting. Semua tabungan habis untuk membeli peralatan baru, tapi hasil panen tetap nihil.
Ibunya pernah berujar pelan, “Nak, mungkin waktunya cari kerja saja.”
Namun entah dari mana datangnya, setiap kali ia hendak menyerah, ada dorongan untuk bertahan.
Ia mulai membaca jurnal di malam hari, menonton video riset peternakan ikan dari Norwegia, dan menulis catatan di buku lusuh berisi data suhu, kadar air, dan jam aerasi.
Satu malam ia menulis di ujung catatannya: Air selalu berubah. Tapi bukan berarti ia tidak bisa dipahami.
Hari-hari berikutnya, ia hidup dalam dua dunia: siang menambal tambak, malam merakit alat.
Ia mencoba menyolder kabel, menyalakan sensor murahan, dan mencatat data manual dengan tangan berlumur lumpur.
Kadang alatnya mati sebelum sempat membaca satu angka pun. Kadang data hilang begitu saja. Namun perlahan, dari tumpukan kegagalan itu, muncul pola. Ia mulai melihat keteraturan di balik kekacauan air.
“Saya sadar, yang saya lawan bukan alam, tapi ketidaktahuan saya sendiri,” kata Paundra suatu sore.
Dan dari sanalah kesadarannya tumbuh. Bahwa memahami alam butuh lebih dari sekadar kerja keras; butuh kerendahan hati untuk mendengarkan.
Baca juga: Sastra dan Kepenulisan untuk Masa Depan
Lahirnya Udang IoT
Pada 2020, eksperimen kecilnya berhasil.
Sensor-sensor rakitan memantau suhu, salinitas, oksigen terlarut, hingga nitrat di air. Semuanya terhubung ke aplikasi di ponsel. Jika kualitas air berubah, alarm berbunyi.
Paundra menyebut sistemnya Udang IoT. Teknologi ini bukan sekadar alat pintar. Alat ini bisa menjadi pendamping petambak.
Dengan data, keputusan tak lagi bergantung pada firasat. Dengan pemantauan real time, manusia dan alam bisa berdialog tanpa saling melukai.
Lampu kecil di ujung sensor berkedip hijau, pantulannya menari di permukaan air. Paundra menatap layar ponsel.
“Sekarang saya tahu kapan air bahagia,” katanya tersenyum.
Teknologi yang Membaca Bahasa Alam
Di tambak, sistem ini memungkinkan kolam “berbicara” untuk memberitahu kadar oksigen, suhu, pH, bahkan potensi penyakit sebelum terlambat.
Di dunia perikanan modern, menurut StartUs Insights, IoT telah menjadi tulang punggung Smart Aquaculture.
Sensor air, kamera bawah permukaan, dan sistem pemberian pakan otomatis kini digunakan di Norwegia, Jepang, dan Vietnam untuk memantau ribuan kolam sekaligus.
Riset Frontiers in Sustainable Food Systems (Agustus 2025) menunjukkan bahwa teknologi ini dapat mengurangi risiko kematian ikan hingga 40 persen dan meningkatkan efisiensi pakan 20 persen.
Melansir data InsightAce Analytic, pasar IoT untuk perikanan tumbuh cepat. Dari USD 358 juta pada 2024 menjadi lebih dari USD 1,25 miliar pada 2034, dengan pertumbuhan tahunan di atas 13 persen.
Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, menjadi wilayah paling prospektif karena potensi tambaknya yang luas.
Di Indonesia sendiri, sistem ini bisa merevolusi 3,5 juta hektare area budidaya yang masih bergantung pada perkiraan cuaca dan intuisi.
Bila dimanfaatkan secara optimal, IoT mampu menekan limbah, menghemat energi, dan membuka ribuan lapangan kerja berbasis data.
Bagi Paundra, semua angka itu bukan sekadar statistik global, melainkan bukti bahwa tambaknya di Pacitan adalah bagian dari gelombang perubahan dunia.
Gerak Bersama di Pesisir
Sejak mendapat dukungan dari SATU Indonesia Awards 2022, Paundra mulai berbagi pengetahuan. Di tambak sederhana yang dipayungi tenda biru Astra, belasan anak muda duduk di atas kursi plastik, menatap layar proyektor yang menampilkan grafik air.
Di antara mereka, Pak Suyono, petambak senior yang dulu menertawakan ide sensor.
“Dulu saya cuma lihat warna air,” katanya sambil mengusap layar ponsel dengan jari berlumpur. “Sekarang saya tahu kadar oksigen dari sini. Kadang saya masih tak percaya, kolam bisa bicara.”
Suara mereka berpadu dengan gemericik air dan dengung mesin aerator. Tak ada lagi jarak antara generasi muda dan tua, antara teknologi dan lumpur.
Di sinilah makna Satukan Gerak, Terus Berdampak menemukan wujudnya.
Ketika Teknologi Belajar Rendah Hati
IoT bukan satu-satunya inovasi Paundra.
Ia membangun instalasi pengolahan air limbah agar sisa budidaya tak mencemari tanah. Sistemnya memakai bakteri alami untuk menetralkan amonia dan nitrit sebelum air dikembalikan ke alam.
“Kalau teknologi membuat kita lupa daratan, itu bukan kemajuan,” ujarnya.
“Saya ingin teknologi yang membuat manusia lebih menghormati alam.”
Kini hasil tambaknya stabil. Dari sebelumnya sekitar satu ton per kolam menjadi hampir dua ton per siklus. Kematian udang menurun drastis, pakan lebih efisien, air tak lagi berbau.
Selain itu, masyarakat sekitar ikut bekerja, belajar, dan memperoleh penghasilan baru.
Teknologi yang Menyatukan Banyak Tangan
Setelah tiga tahun berjalan, sistem Udang IoT mulai diterapkan di Trenggalek dan Banyuwangi.
Paundra bermimpi membangun platform data nasional agar setiap petambak bisa berbagi informasi kualitas air tanpa biaya besar.
“Saya ingin setiap petambak di Indonesia punya kesempatan yang sama,” katanya.
“Teknologi harus menyatukan, bukan memisahkan.”
Keberhasilan sejati baginya bukan ketika sensor berfungsi sempurna, tapi saat pengetahuan berpindah tangan.
Dari anak muda kepada petani tua, dari kota ke desa, dari satu kolam ke ratusan tambak lain di seluruh negeri.
Senja yang Mengikat Awal dan Akhir
Sore di Pacitan kini tak lagi muram. Matahari turun perlahan di atas permukaan air yang jernih, memantulkan warna jingga di wajah para petambak. Di tempat yang sama ketika ia hampir menyerah, Paundra berdiri di tepi kolam.
Lampu sensor berkedip pelan, seolah ikut berpamitan pada hari.
“Teknologi tak seharusnya berdiri di menara data,” katanya pelan.
“Ia harus menyelam bersama udang, menjaga keseimbangan antara manusia dan laut.”
Angin membawa aroma asin laut. Sama seperti dulu, tapi kini tak lagi pahit.
Di antara riak air, tercermin perjalanan panjang seorang anak muda yang menyatukan gerak: antara ilmu dan intuisi, data dan lumpur, harapan dan kenyataan.
Dari sana, lahir gerakan yang terus berdampak. Tenang, jernih, dan berkelanjutan.
***
Referensi:
- Benefits and challenges of the Internet of things in aquaculture production: A literature review. (2025., August 15). Frontiers. https://www.frontiersin.org/journals/sustainable-food-systems/articles/10.3389/fsufs.2025.1590153/full
- IoT for fisheries and aquaculture market share, size, growth and forecast to 2034. (2025, April 15). InsightAce Analytic | Market Research Reports and Business Consulting Firm. https://www.insightaceanalytic.com/report/global-iot-for-fisheries-and-aquaculture-market/1303
- Wallner, S. (2025, June 19). Explore top 10 aquaculture trends & innovations in 2025. StartUs Insights. https://www.startus-insights.com/innovators-guide/emerging-aquaculture-trends/
- Imandiar, Y. P. (2022, October 31). Mengenal 6 sosok inspiratif peraih SATU Indonesia Awards 2022 Astra. Detiknews. https://news.detik.com/berita/d-6379798/mengenal-6-sosok-inspiratif-peraih-satu-indonesia-awards-2022-astra
.jpg)
.jpg)


Post a Comment